REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyesalkan kasus dugaan pelanggaran dana kampanye mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan senilai Rp 50 miliar yang baru terungkap tahun ini. Sebab, Bawaslu tidak bisa mengusut kasus yang masuk kategori pidana itu karena sudah kedaluwarsa.
Bagja menjelaskan, sebuah kasus dugaan pelanggaran pemilu maupun pilkada bakal kedaluwarsa apabila proses pemilihan sudah rampung. Adapun kasus Anies ini terjadi saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun 2017. Anies pun sudah selesai menjabat sebagai gubernur sejak tahun 2022 lalu.
"Jadi kami sangat sayangkan laporan ini baru sekarang. Kalau dari dulu, sejak dari awal, tentu pasti akan kami selidiki," kata Bagja kepada wartawan, Jumat (17/2/2023).
Menurut Bagja, kasus tersebut kini hanya bisa dijadikan pelajaran saja. Pelajaran bagi kontestan Pemilu 2024 agar mematuhi ketentuan pelaporan dana kampanye. "Jika ada dana kampanye, sumbangan, dan lain-lain tolong dicatatkan di laporan dana kampanye, baik di laporan awal dana kampanye maupun di laporan akhir," ujar Bagja.
Ini merupakan kali kedua Bagja menyoroti perkara dana kampaye Anies ini. Pada Selasa (14/2) malam, Bagja menyebut Anies melanggar ketentuan dana kampanye karena menerima sumbangan sebesar Rp 50 miliar dari pihak ketiga.
Bagja menjelaskan, sumbangan Rp 50 miliar itu melampaui batas maksimal sumbangan dana kampanye yang boleh diterima calon kepala daerah. Untuk diketahui, UU Pilkada memperbolehkan calon kepala daerah menerima sumbangan dana kampanye dari perseorangan maksimal Rp 75 juta, sedangkan dari swasta maksimal Rp 750 juta.
"Itu seharusnya bermasalah, seharusnya itu pelanggaran pidana! Itu pidana karena dia tidak menyebutkan itu di laporan akhir dana kampanye," kata Bagja.
Perkara sumbangan dana kampanye Anies ini sebelumnya diungkap oleh Waketum Golkar Erwin Aksa. Dia menyebut Anies berutang kepada Sandiaga Uno sebesar Rp 50 miliar saat Pilgub 2017. Anies dan Sandi merupakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ketika itu.
Setelah kabar utang itu beredar luas, Anies menyampaikannya klarifikasi. Anies tegas menyatakan bahwa uang Rp 50 miliar itu bukan milik Sandi.
Anies menjelaskan, uang Rp 50 miliar itu berasal dari pihak ketiga untuk keperluan kampanye. Pihak ketiga ini mengharuskan Anies dan Sandi mengganti uang tersebut apabila mereka tidak terpilih sebagai gubernur-wakil gubernur. Sebaliknya, utang tersebut dianggap lunas apabila Anies-Sandi menang.
Nyatanya, Anies keluar sebagai pemenang. Artinya, Anies mendapatkan sumbangan dana kampanye Rp 50 miliar dari pihak ketiga.