REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Saat ini, jumlah es laut di Antartika menyentuh rekor terendah sejak pencatatan dimulai sekitar 44 tahun lalu. Berdasarkan data satelit National Snow and Ice Data Centre (NSIDC), jumlah es yang tersisa di area tersebut adalah 737 ribu meter persegi.
Ini merupakan kali kedua jumlah es laut di Antartika menyentuh angka di bawah 772 ribu meter persegi sejak pengukuran dilakukan pada 1979. Rekor terendah sebelumnya di Antartika tercatat pada Februari 2022, yaitu 741 ribu meter persegi.
Februari dipilih sebagai waktu pengukuran karena titik terendah tahunan es laut di Antartika terjadi di kisaran waktu tersebut. Hal ini bisa terjadi karena selama kisaran waktu tersebut, matahari bersinar hampir 24 jam per hari di Antartika. Oleh karena itu, rentang waktu ini dikenal pula sebagai melt season atau musim mencair.
Para ahli mengungkapkan bahwa penurunan jumlah es laut di Antartika saat ini belum mencapai titik terburuk. Es laut di area tersebut diprediksi masih bisa berkurang dan mencapai tingkat yang jauh lebih rendah daripada saat ini.
Menurut para ilmuwan dari NSIDC, ada beberapa faktor yang dapat mendorong terjadinya pencairan es di atas rata-rata saat ini. Beragam faktor tersebut tampak berkaitan dengan fenomena iklim bernama Southern Annular Mode (SAM) positif.
Seperti diketahui, sabuk angin barat yang kuat mengelilingi benua Antartika. Ukuran sabuk angin ini bisa membesar atau mengecil, serta bisa bergerak ke arah utara atau selatan secara efektif.
Pergerakan tersebut beserta perubahan tekanan atmosfer yang terjadi dikenal sebagai SAM. SAM positif artinya sabuk angin berkontraksi menuju Antartika. Kondisi ini menyebabkan munculnya angin yang lebih kuat di atas es-es laut Antartika. Namun angin yang berhembus di musim kali ini memiliki suhu yang hangat sehingga turut memicu pencairan es di atas rata-rata.
Suhu udara yang hangat ini disebabkan oleh suhu udara yang secara tak biasa menjadi tinggi di bagian barat dan timur Semenanjung Antartika pada 2022. Berdasarkan //BBC//, suhu udara pada saat itu tampak 1,5 derajat Celsius lebih panas dibandingkan rata-rata.
Seperti dilansir //Mail Online//, NSIDC juga menemukan bahwa es laut di sepanjang bentangan garis pantai Antartika yang menghadap Pasifik bahkan hampir tidak ada. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh munculnya ombak kuat akibat angin yang kemudian memecah bagian terlemah es atau mendorong es ke area perairan yang jauh lebih hangat.
Meski rekor terendah es laut di Antartika tercatat dua tahun berturut-turut, tim peneliti menilai temuan ini belum bisa mengindikasikan adanya tren penurunan. Berdasarkan data, penurunan es laut hanya terjadi sekitar 0.9 persen per dekade.
"Meski begitu, penurunan tajam es laut yang terjadi sejak 2016 telah mendorong dilakukannya penelitian mengenai penyebab potensial serta untuk mengetahui apakah pengurangan es laut di belahan bumi selatan sudah memasuki tren yang signifikan atau belum," ujar tim peneliti.