REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris melakukan pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz di sela-sela Munich Security Conference, Jumat (17/2/2023). Pada kesempatan itu, mereka membahas tantangan yang ditimbulkan Cina.
“(Kamala Harris) membahas tantangan yang ditimbulkan Republik Rakyat Cina, termasuk pentingnya menegakkan tantangan berbasis aturan, serta setuju untuk tetap selaras,” kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Ketika bertemu Macron dan Scholz, Harris pun sempat membahas tentang balon udara milik Cina yang memasuki wilayah AS. “Balon itu perlu ditembak jatuh karena kami yakin ia digunakan oleh Cina untuk memata-matai rakyat Amerika,” kata Harris saat diwawancara MSNBC.
Akhir pekan lalu Asisten Menteri Pertahanan AS Melissa Dalton mengungkapkan, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Cina soal penembakan balon udara milik Beijing yang dituduh melakukan aktivitas pengintaian di wilayah AS. Sebelumnya Cina tak menanggapi permintaan pembicaraan setelah Washington menembak balon udara terkait.
“Telah ada kontak yang dilakukan dengan Republik Rakyat Cina mengenai balon ketinggian tinggi,” kata Dalton kepada awak media, Ahad (12/2/2023). Dia tak menjelaskan secara detail tentang apa yang dibahas dalam komunikasi dengan Pemerintah Cina.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin telah menghubungi para pejabat pertahanan Cina untuk melakukan pembicaraan tak lama setelah balon udara milik Negeri Tirai Bambu yang tengah mengudara di wilayah AS ditembak jatuh pada 4 Februari lalu. Namun Austin tak memperoleh respons apa pun. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pun membatalkan agenda kunjungannya ke Beijing akibat adanya insiden balon udara tersebut.
Pada 9 Februari lalu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Cina memberi penjelasan tentang mengapa mereka menolak permintaan pembicaraan Lloyd Austin. Kemenhan Cina mengatakan, keputusan AS untuk menembak jatuh balon udara milik negaranya adalah tindakan tak bertanggung jawab. “Pendekatan yang tidak bertanggung jawab dan sangat keliru oleh AS ini tidak menciptakan suasana yang tepat untuk dialog serta pertukaran antara kedua militer,” katanya.
Kemenhan Cina menilai, AS bersikeras menggunakan kekuatan untuk menyerang balon udara milik negaranya. Selain dipandang melanggar praktik internasional, penembakan tersebut menjadi preseden buruk.
Pada 4 Februari lalu, AS akhirnya menembak jatuh balon udara milik Cina yang telah terbang di wilayahnya selama beberapa hari. Washington menuduh balon tersebut melakukan aktivitas pengintaian atau mata-mata. Salah satu wilayah yang dilintasi balon tersebut adalah Montana, yakni rumah bagi salah satu dari tiga ladang silo rudal nuklir di Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom.
AS menyebut masuknya balon Cina ke wilayahnya merupakan pelanggaran yang tak dapat diterima. Jet tempur AS menembak jatuh balon tersebut di lepas pantai Carolina Selatan. Pada 3 Februari lalu, Pemerintah Cina mengonfirmasi bahwa balon udara yang memasuki wilayah AS adalah miliknya. Namun Beijing membantah tuduhan AS yang menyebut balon itu melakukan aktivitas pengintaian.
“Pesawat itu dari Cina dan bersifat sipil, digunakan untuk meteorologi dan penelitian ilmiah lainnya. Karena pengaruh angin barat dan kemampuan kontrolnya yang terbatas, pesawat itu menyimpang dari jalur yang dimaksudkan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina dalam sebuah pernyataan.
Cina mengaku menyesalkan balon udara itu memasuki wilayah AS. “Cina menyesalkan pesawat itu tersasar ke AS secara tidak sengaja karena force majure. Cina akan terus menjaga komunikasi dengan pihak AS untuk menangani insiden ini dengan baik,” kata Kemenlu Cina.