REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Militer Korea Selatan (Korsel) mengatakan, Korea Utara (Korut) telah menembakkan rudal balistik ke arah Laut Timur, Sabtu (18/2/2023). Penjaga Pantai Jepang turut mengonfirmasi tentang peluncuran benda yang mereka duga kuat sebagai rudal balistik tersebut.
“Korut menembakkan rudal balistik yang tak spesifik ke arah Laut Timur pada hari Sabtu,” kata kantor berita Korsel, Yonhap News Agency, dalam laporannya, mengutip keterangan Kepala Staf Gabungan.
Menurut Yonhap, itu menjadi peluncuran rudal kedua yang dilakukan Korut tahun ini. Penembakan rudal tersebut terjadi sehari setelah Korut memprotes pertemuan Dewan Keamanan PBB awal pekan ini.
Dalam pertemuan itu, Korut memperingatkan bahwa Korsel dan Amerika Serikat (AS) akan menghadapi respons yang belum terjadi sebelumnya jika kedua negara tersebut melanjutkan rencana latihan militer gabungan mereka.
Korsel dan AS memang berencana menggelar latihan yang disebut Deterrence Strategy Committee Tabletop Exercise di Pentagon pada Rabu (22/2/2023) pekan depan. Menurut Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korsel, latihan tersebut akan melibatkan pembuat kebijakan pertahanan senior dari kedua negara.
AS dan Korsel juga merencanakan serangkaian latihan lapangan yang diperluas, termasuk latihan tembakan langsung, dalam beberapa pekan atau bulan mendatang. Pada Kamis (16/2/2023) lalu, Kemenhan Korsel menerbitkan Buku Putih Pertahanan 2022. Dalam buku tersebut, mereka, untuk pertama kalinya dalam enam tahun, kembali melabeli Korut sebagai “musuh”.
Di buku tersebut, Kemenhan Korsel mengungkapkan, dalam rapat pleno Partai Buruh Korut pada Desember tahun lalu, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu telah melabeli Korsel sebagai “musuh yang tak diragukan lagi”. Korut, yang enggan meninggalkan program nuklirnya, juga disebut terus menghadirkan ancaman militer terhadap Korsel. “Jadi pemerintah dan militer Korut adalah musuh kami,” demikian bunyi salah satu kutipan dalam Buku Putih Pertahanan 2022 yang dirilis Kemenhan Korsel.
Dalam buku tersebut, Kemenhan Korsel menyebut Korut terus memproses ulang bahan bakar bekas dari reaktornya dan memiliki sekitar 70 kilogram plutonium tingkat senjata. Jumlah plutonium itu meningkat 20 kilogram dari yang tertulis di buku pertahanan Kemenhan Korsel sebelumnya.
Menurut Kemenhan Korsel, Korut juga telah mengamankan uranium yang sangat diperkaya dalam jumlah substansial dan memiliki tingkat kemampuan signifikan untuk mengecilkan bom atom. “Militer kami memperkuat pengawasan karena kemungkinan uji coba nuklir tambahan meningkat,” kata Kemenhan Korsel.
Korsel pertama kali menyebut Korut sebagai 'musuh' dalam buku pertahanan 1995. Label itu dipakai setelah seorang pejabat Korut mengancam akan mengubah Korsel menjadi 'lautan api'. Dalam versi 2004, istilah 'musuh' diganti dengan 'ancaman militer langsung'. Pada tahun tersebut, hubungan Seoul dan Pyongyang memang cenderung kondusif.
Pada 2010, label 'musuh' kembali digunakan oleh Korsel. Hal itu menyusul aksi serangan torpedo Korut terhadap sebuah korvet Korsel pada bulan Maret tahun itu. Sebanyak 46 pelaut Korsel tewas dalam peristiwa tersebut. Pada November 2010, Korut juga melancarkan serangan artileri di sebuah pulau perbatasan. Sebanyak dua tentara dan dua warga sipil tewas akibat serangan itu.
Label 'musuh' dipertahankan hingga 2016. Namun dalam buku pertahanan edisi 2018 dan 2020, Korsel tak lagi menggunakan label 'musuh' pada Korut. Hal itu karena mantan presiden Korsel Moon Jae-in sedang berusaha mempromosikan rekonsiliasi dan reunifikasi antar-Korea. Buku putih pertahanan Kemenhan Korsel terbit dua tahun sekali.