Mengulik Efektivitas Penerapan Tilang Elektronik di Indonesia
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Pengendara melintas di bawah kamera CCTV (Closed Circuit Television) di salah satu ruas jalan di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (28/5/2022). Satuan Lalu Lintas Polrestabes Makassar telah menerbitkan sebanyak 3.863 surat elektronik tindakan langsung (e-tilang) kepada pengendara di daerah itu pada periode Januari-Mei 2022. 19,5 persen diantaranya atau 753 kasus melalui kamera pengintai ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau pos pemeriksaan elektronik. | Foto: ANTARA/Arnas Padda
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tilang termasuk salah satu sanksi pidana yang sangat penting dan diatur oleh KUHP. Terbaru, pemerintah telah melaksanakan penyederhanaan penanganan pelanggaran lalu lintas melalui Electronic Traffic Law Enforcement System (ETLE) atau tilang elektronik.
Terkait hal itu, dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nu’man Aunuh, memberikan tanggapannya. Ia menilai adanya tilang elektronik ini membuat masyarakat semakin patuh berkendara. "Pun dengan upaya mengurangi interaksi dalam proses penilangan, sehingga dapat menekan angka pungli di lapangan," kata Nu'mah.
Menurut dia, kebijakan tilang elektronik memberikan dampak positif, baik masyarakat maupun kepolisian. Masyarakat menjadi disiplin dan patuh ketika berkendara. Sementara itu, pihak kepolisian tidak memiliki citra buruk terkait berita pungli serta mengembalikan wibawa penegak hukum.
Ia juga mengatakan, pengenaan tilang elektronik dapat berjalan dengan efektif dan sejalan dengan tujuan pidana modern. Selain mencegah pelanggaran lalu lintas, tilang ini juga memberikan efek jera.
Hal itu karena masyarakat akan merasa selalu diawasi melalui CCTV meskipun tidak ada polisi yang yang berjaga, baik itu di lampu merah maupun di sepanjang jalan. Sayangnya, jika sarana dan prasarana belum memadai, maka kebijakan dan peraturan tersebut tidak akan berjalan maksimal.
Kemudian harus dipahami juga bahwa teknologi tersebut perlu dibarengi dengan sistem pengawasan yang baik. "Sehingga pelanggar dari individu tidak memiliki celah untuk melanggar,” jelas Nu’man.
Di samping, kerja sama masyarakat juga diperlukan agar tilang elektronik ini dapat berjalan efisien. Kesadaran dapat dihidupkan melalui sederet sosialisasi di berbagai platform terkait cara berkendara. Dengan kata lain, dapat melalui media sosial maupun turun langsung ke lapangan.
Ia menilai perlu waktu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan ketertiban berkendara. Menurutnya, perlu dua hingga lima tahun ke depan hingga para pengendara dapat sadar dan mawas diri saat berada di jalan.
Jika terwujud, hal ini tentu mendukung kepolisian sebagai institusi agar bisa memberikan kepastian hukum. Di sisi lain, ada dampak negatif yang dihasilkan dengan adanya tilang elektronik.
Salah satunya adalah semakin jauh jarak interaksi antara kepolisian dan masyarakat. Maka itu, harus ada upaya mendekatkan kepolisian dengan warga sehingga mereka merasa diayomi dan dilindungi.