Ahad 19 Feb 2023 16:47 WIB

Hasto Ingatkan Sikap SBY dan Demokrat Jelang Pemilu 2009

SBY hari ini mengeluarkan pernyataan soal gugatan sistem proporsional pemilu di MK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Hasto mengingatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang partainya juga pernah menggugat sistem proporsional pemilu ke MK pada 2008. (ilustrasi)
Foto: Nawir Arsyad Akbar/Republika
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Hasto mengingatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang partainya juga pernah menggugat sistem proporsional pemilu ke MK pada 2008. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait gugatan sistem proporsional terbuka pemilihan umum (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia pun mengingatkan sikap SBY dan Partai Demokrat pada 2008.

"Pak SBY kan tidak memahami jas merah, Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," ujar Hasto lewat keterangannya, Ahad (19/2/2023).

Baca Juga

"Dan itu hanya beberapa bulan, sekitar empat bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan," sambungnya.

Ia memandang, gugatan yang dilakukan oleh kader Partai Demokrat itu sebagai strategi jangka pendek Demokrat untuk meraih kemenangan mencapai 300 persen. Padahal PDIP yang saat itu berkuasa, hanya mengalami kenaikan 1,5 persen.

"Mustahil dengan sistem multipartai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral," ujar Hasto.

"Itu dipakai dan dijanjikan masuk ke dalam kepengurusan partai tersebut," sambungnya mengungkapkan.

Jelasnya, judical review yang sekarang berbeda dengan yang dilakukan pada 2008. Sebab, gugatan sistem proporsional terbuka yang saat ini tengah berjalan prosesnya di MK bukan diusulkan partai politik, melainkan oleh sejumlah parat.

"Ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka yang dicanangkan oleh pada zaman Pak SBY tersebut, yang terjadi ternyata liberalisasi politik yang luar biasa," ujar Hasto.

Sistem proporsional terbuka yang dilakukan pada masa SBY membuat partai digerakkan oleh kekuatan kapital. Sehingga orang-orang seperti akademisi, nelayan, budayawan, hingga pakar sulit bersaing di pemilihan legislatif (Pileg).

"Ada investor-investor yang menyandera demokrasi. Jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru tejadi pada masa beliau. Judical review saat itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pemilu, berbeda dengan sekarang karena komitmen untuk mengembalikan sistem politik pada Pancasila," ujar Hasto.

"Ketika undang-undang digerakkan untuk kepentingan kekuasaan bagi partainya, yang dilakukan sering kali melanggar aspek-aspek kepantasan, aspek etika," sambungnya menegaskan.

Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara terkait isu pergantian sistem proporsional terbuka menjadi tertutup untuk pemilihan umum (Pemilu). Apalagi, ia telah mendapatkan informasi bahwa MK akan segera mengeluarkan putusannya.

Ia mempertanyakan, apakah ada kegentingan seperti krisis 1998 yang harus membuat sistem pemilu diubah di tengah jalan. Mengingat, tahapan Pemilu 2024 tengan dijalankan oleh KPU.

"Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan," ujar SBY lewat keterangannya, Ahad (19/2/2023).

Jelasnya, mengubah sistem pemilu itu bukanlah keputusan dan kebijakan yang biasa. Dalam perubahannya perlu dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional, tak bisa semata-mata dilakukan di tengah tahapan kontestasi yang sedang berlangsung.

"Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa', untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak," ujar SBY.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement