REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Amerika Serikat (AS) telah mengadakan latihan udara dengan Korea Selatan dan Jepang yang melibatkan pengebom strategis. Latihan itu digelar sehari setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-15 ke laut lepas Jepang.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan latihan pada Ahad (19/2/2023) menunjukkan kemampuan dan kesiapan pertahanan sekutu yang luar biasa.
"[Latihan] memperkuat kemampuan operasi gabungan dan menegaskan komitmen kuat Amerika Serikat untuk pertahanan Semenanjung Korea dan penerapan pencegahan yang diperluas,” kata militer Korea Selatan dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Reuters, Ahad (19/2/2023).
Jepang menerbangkan jet tempur F-15 di atas Laut Jepang dengan pembom B-1, sementara AS dengan pesawat tempur F-16, kata kementerian pertahanan Jepang dalam sebuah pernyataan. Ia menyebut kondisi keamanan di semenanjung Korea dan Laut Jepang “semakin parah”, setelah rudal Korea Utara terbaru mendarat di dalam Zona Ekonomi Eksklusifnya.
Setelah Rudal balistik jarak jauh mendarat di laut lepas pantai barat Jepang, Korea Utara mendapat peringatkan keras dengan digelarnya latihan militer yang direncanakan oleh Korea Selatan dan AS.
Kantor berita negara Korea Utara, KCNA mengatakan, pihaknya melakukan uji tembak Hwasong-15 dari bandara Pyongyang pada hari Sabtu dalam apa yang disebutnya sebagai "latihan peluncuran kejutan ICBM".
KCNA mengatakan, rudal itu terbang 989km (615 mil) dan melakukan perjalanan selama lebih dari satu jam "sebelum secara akurat mengenai area yang telah ditentukan sebelumnya, di perairan terbuka Laut Timur Korea", sengaja menggunakan nama Korea Utara untuk Laut Jepang.
Resolusi PBB melarang Korea Utara untuk menguji rudal balistik dari jarak berapa pun, yang – bergantung pada desainnya – juga dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir. Namun, hal itu diabaikan Korut, dan ini menjadi tes pertama rudal jarak jauh semacam itu dalam lebih dari sebulan terakhir.
Tes peluncuran rudal balistik Korut itu dikecam dan disebut "dalam istilah terkuat" oleh Kelompok Tujuh, yakni kelompok tujuh ekonomi dunia terkemuka.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan para menteri luar negeri G7 di Konferensi Keamanan Munich menyebut serangan itu, sebagai "pelanggaran terang-terangan" terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.