REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sebanyak 43 persen rumah tangga di Kota Depok, Jawa Barat, dilaporkan menempati rumah yang tidak memenuhi syarat ketahanan bangunan. Data ini terungkap dalam hasil long form sensus penduduk 2020 pada indikator perumahan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok yang dirilis baru-baru ini.
Data BPS menunjukkan, ada sekitar 43 dari 100 rumah tangga yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat ketahanan bangunan. Sementara ada sebanyak 56,96 persen keluarga yang menempati bangunan yang memenuhi syarat.
Kepala BPS Kota Depok, Mufti Swaghara menjelaskan, salah satu komponen penting rumah layak huni adalah ketahanan bangunan yang dilihat dari bahan bangunan atap, dinding dan lantai. Dalam datanya disebutkan, mayoritas rumah yang tidak memenuhi syarat adalah karena terkait bahan atap rumah.
"Ketahanan di sini adalah termasuk dengan keamanan. Keamanan, itu terkait dengan bahaya dari kandungan bahan dari atap rumah yang memakai asbes. Jadi banyak rumah di Depok yang memakai asbes sebagai atap, dan itu tidak masuk ke kategori rumah yang memenuhi syarat sebanyak 56,96 persen itu," katanya kepada Republika.co.id di kantor BPS Depok, Senin (20/2/2023).
Menurutnya, atap asbes tidak aman karena memiliki risiko bahaya yang lebih tinggi dibanding bahan atap lainnya. Asbes dikatakannya mudah terbakar dan memiliki kandungan kimia yang membahayakan kesehatan.
"BPS itu mengambil konsep dari UN (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan didapatlah persentase 43 persen itu. Jadi jangan salah, presentase tinggi karena penggunaan asbes oleh masyarakat di Kota Depok itu tinggi," katanya.
Dia mengakui bahwa kriteria yang digunakan oleh BPS mungkin tidak sejalan dengan dinas di pemerintah kota. Sementara pengertian rumah layak yang umum dipakai adalah terkait kondisi rumah, seperti rumah yang tidak rusak, atau atapnya tidak bolong.
Dia kemudian mengatakan bahan atap yang masuk dalam kriteria layak adalah seperti beton, genteng, kayu/sirap hingga seng.