Senin 20 Feb 2023 22:29 WIB

Harga Lampu Hias Khas Ramadhan di Mesir Melejit, Warga Lebih Pilih Berhemat

Lampu hias menjadi salah satu tradisi khas Ramadhan di Mesir

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
Fawanis, miniatur lampu tradisional, dijual di jalanan Kairo, Mesir, jelang Ramadhan.
Foto: EPA/Amel Pain
Fawanis, miniatur lampu tradisional, dijual di jalanan Kairo, Mesir, jelang Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Lentera Ramadhan merupakan simbol klasik bulan suci di Mesir. Namun, harga untuk mendapatkannya kini melonjak, akibat inflasi di negara itu yang mencapai rekor tertinggi. 

Vendor lentera di distrik komersial Kairo memasarkan lentera yang jauh lebih sederhana daripada yang mereka lakukan tahun lalu. 

Baca Juga

Saat ini terjadi penurunan tajam dalam manufaktur lokal, yang disebabkan kenaikan harga bahan baku dan biaya lainnya. 

Wakil Presiden Divisi Alat Tulis dan Mainan Kamar Dagang Kairo, Barakat Safa, menyebut harga bahan yang dibutuhkan untuk membuat lampion Ramadhan naik hingga 50 persen. 

Dia memperkirakan harga konsumen akan naik sekitar 60 persen musim ini. Harga lentera yang tersedia di toko grosir di Al Mosky's Jewish Alley, distrik perbelanjaan ramai di Kairo tengah yang populer di kalangan orang Mesir berpenghasilan rendah, berkisar antara 30 hingga 150 pound Mesir (Rp 14.970-Rp 74.850). 

Pemilik toko, Mohamed Farag, mengatakan harga ini lebih tinggi dari tahun lalu. Kala itu, dia berani menjual lentera dengan harga antara 20 hingga 120 pound Mesir (Rp 9.980 hingga Rp 59.880). 

Lentera yang lebih murah biasanya berukuran kecil, terbuat dari plastik dan tidak memerlukan terlalu banyak pengerjaan. Seringnya mereka dilengkapi dengan chip suara murah, yang memainkan lagu Ramadhan dengan menekan satu tombol.

Lentera semacam itu biasanya bisa dibeli dengan harga di bawah 10 pound Mesir dari pedagang kaki lima tertentu tahun lalu, tetapi hari ini harganya mencapai 30 pound. 

“Saya seorang penjual grosir, jadi sebagian besar pelanggan saya adalah toko atau vendor lain yang membelinya dalam jumlah besar, yang berarti harga untuk konsumen biasa kemungkinan besar sekitar 10 atau 20 pound lebih tinggi dari harga saya,” ucap dia dikutip di The National News, Senin (20/2/2023). 

Model lentera yang lebih besar dan lebih mahal memiliki desain yang lebih rumit dan mekanisme kompleks, yang memungkinkan mereka bergerak di ruang kecil atau menerangi ruangan dengan tampilan lampu menari. Lentera jenis ini dijual di toko Farag dengan harga hingga 150 pound Mesir.

Di menyebut sebagian besar lentera yang dipasarkan tahun ini dibuat di Mesir. Pemasok memberi tahu ada kekurangan stok untuk model impor. 

Kualitas akhirnya sama, tetapi model impor menawarkan variasi kepada konsumen, yang mana beberapa desainnya cukup kreatif. 

Tahun lalu, Pemerintah Mesir menempatkan kontrol ketat pada impor di tengah kekurangan mata uang asing di pasar Mesir. Kondisi ini membuat importir tidak dapat mengeluarkan barang mereka dari pelabuhan. 

Meskipun pemerintah menghilangkan beberapa peraturan impornya pada awal tahun baru, namun langkah ini tidak dapat membersihkan barang bernilai miliaran dolar yang tetap berada di pelabuhan, karena terus kekurangan mata uang asing. 

Lentera termahal yang tersedia, yang tidak dimiliki Farag tahun ini, dibuat oleh pengrajin spesialis dari timah, tembaga atau kuningan dan dihiasi dengan pola Islami dan kaca berwarna. 

Untuk membuat produk ini biasanya membutuhkan banyak keahlian yang sangat teliti. “Saya biasanya menyimpan satu atau dua di toko. Tetapi harganya sangat mahal tahun ini dan saya tidak melihat ada pelanggan yang akan membelinya,” ujarnya. Lentera jenis ini disebut berharga sekitar 3.000 pound Mesir (Rp 1.497.010). 

Safa dari Kamar Dagang Kairo juga menjelaskan harga lentera jenis ini meningkat tajam, karena kenaikan harga logam yang digunakan untuk membuatnya. 

Pada waktu yang sama tahun lalu, vendor mulai membeli barang-barang sederhana dari Farag untuk dijual di toko mereka sendiri. 

Namun sejauh ini, dia hanya mampu menjual lentera individu kepada orang yang lewat, yang ingin mentraktir anak-anak mereka sebuah mainan murah. 

"Ini masih awal. Kita masih sebulan lagi dari Ramadhan, jadi saya berharap bisnis akan meningkat dalam beberapa minggu mendatang," kata dia. Muslim puncak penjualan lenteran ini disebut biasanya berlangsung sekitar tiga minggu sebelum Ramadhan. 

Sebagian besar pembeli di Al Mosky tampaknya tidak tertarik untuk membeli lampion. Seorang warga yang tidak disebutkan namanya menyebut dia lebih memilih mengalokasikan uang yang dia miliki untuk kebutuhan lain. 

“Saya tidak membeli lentera tahun ini. Kami hampir tidak mampu membeli makanan, apalagi lentera. Saya telah berjalan-jalan di sini selama satu jam mencari sepatu yang mampu saya beli untuk anak saya,” kata seorang pembelanja. 

Melihat kondisi saat ini, Safa menyebut para produsen lokal merasa khawatir permintaan akan lampion tahun ini rendah. Karena itu, mereka memutuskan hanya membuat dua juta lentera, dibandingkan dengan lima juta tahun lalu.  

 

Sumber: thenationalnews 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement