REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) menyatakan kekecewaan dan keprihatinan mendalam atas keputusan Israel melegalkan sembilan permukiman liar yang dihuni warga Yahudi Israel di Tepi Barat. Israel diketahui turut mengumumkan rencana membangun 10 ribu permukiman baru wilayah tersebut.
“Dewan Keamanan menegaskan kembali bahwa melanjutkan kegiatan permukiman Israel membahayakan kelangsungan solusi dua negara berdasarkan garis 1967,” demikian bunyi presiden Dewan Keamanan PBB yang disepakati 15 negara anggota di dalamnya, Senin (20/2/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Lewat pernyataan tersebut, Dewan Keamanan PBB menegaskan bahwa mereka sangat menentang semua tindakan sepihak yang menghambat perdamaian. “Termasuk antara lain pembangunan dan perluasan permukiman Israel, penyitaan tanah Palestina, dan ‘legalisasi’ permukiman-permukiman liar, penghancuran rumah-rumah warga Palestina, serta pemindahan penduduk sipil Palestina,” katanya.
Dewan Keamanan PBB juga menyerukan agar status quo bersejarah di situs-situs suci Yerusalem dijunjung tinggi dan tidak diubah. Mereka menekankan peran khusus Yordania dalam hal tersebut.
Akhir pekan lalu Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka tidak akan menggelar pemungutan suara terkait rancangan resolusi yang menuntut Israel segera menghentikan sepenuhnya aktivitas permukiman di wilayah Palestina yang diduduki. Sebelumnya dilaporkan bahwa proses pemungutan suara atas rancangan resolusi tersebut diagendakan digelar Senin (20/2/2023).
Dalam sebuah catatan yang dikirim kepada perwakilan semua negara anggota Dewan Keamanan PBB pada Ahad (19/2/2023), UEA mengungkapkan, saat ini mereka sekarang akan bekerja untuk menyusun pernyataan resmi atau dikenal sebagai presidential statement (PRST). Pernyataan tersebut harus disetujui Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara melalui konsensus.
“Mengingat pembicaraan positif antara para pihak, kami sekarang sedang bekerja mengerjakan draf PRST yang akan mendapatkan konsensus. Oleh karena itu, tidak akan ada pemungutan suara terkait rancangan resolusi pada Senin. Sebagian besar bahasa PRST akan diambil dari rancangan resolusi tersebut,” demikian bunyi catatan yang dikirim UEA.
Rancangan resolusi yang diajukan UEA hendak menegaskan kembali bahwa pendirian permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki validitas hukum serta merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Resolusi juga mengutuk semua upaya aneksasi, termasuk keputusan dan tindakan Israel mengenai permukiman.
Pada 12 Februari lalu, pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melegalkan sembilan permukiman liar yang dihuni warga Yahudi Israel di Tepi Barat. Daftar kesembilan permukiman tersebut yakni Avigayil, Beit Hogla, Givat Harel, Givat Arnon, Mitzpe Yehuda, Malachei Hashalom, Asahel, Sde Boaz, dan Shaccharit.
Keputusan Israel melegalkan kesembilan permukiman liar itu menuai kecaman luas, tidak hanya dari negara Arab, tapi juga Eropa dan Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis 14 Februari lalu, Prancis, Jerman Italia, Inggris, dan AS mengkritik tajam keputusan Israel melegalkan sembilan permukiman liar di Tepi Barat.
“Kami sangat menentang tindakan sepihak yang hanya akan memperburuk ketegangan antara Israel dan Palestina serta merusak upaya mencapai solusi dua negara yang dinegosiasikan,” kata kelima negara dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis di Jerman.
Mereka menyatakan mendukung perdamaian komprehensif, adil, dan langgeng di Timur Tengah. “Yang harus dicapai melalui negosiasi langsung antara para pihak,” kata kelima negara tersebut.
Tiga negara Nordik, yakni Norwegia, Denmark, dan Finlandia turut menyampaikan penolakan atas langkah Israel. Luksemburg pun mengikuti langkah mereka menentang tindakan Israel.