Selasa 21 Feb 2023 14:45 WIB

Cina: Berhenti Samakan Ukraina dengan Taiwan

Cina sangat khawatir dengan eskalasi konflik Ukraina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Simulasi Taiwan Hadapi Invasi Cina (ilustrasi). Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang meminta negara-negara tertentu agar tidak menyamakan atau menyejajarkan posisi Taiwan dengan Ukraina. Qin menyatakan, negaranya sangat mengkhawatirkan eskalasi konflik di negara bekas Uni Soviet tersebut.
Foto: areasternpotato.blogspot.com
Simulasi Taiwan Hadapi Invasi Cina (ilustrasi). Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang meminta negara-negara tertentu agar tidak menyamakan atau menyejajarkan posisi Taiwan dengan Ukraina. Qin menyatakan, negaranya sangat mengkhawatirkan eskalasi konflik di negara bekas Uni Soviet tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang meminta negara-negara tertentu agar tidak menyamakan atau menyejajarkan posisi Taiwan dengan Ukraina. Qin menyatakan, negaranya sangat mengkhawatirkan eskalasi konflik di negara bekas Uni Soviet tersebut.

“Cina sangat khawatir dengan eskalasi konflik Ukraina dan kemungkinannya lepas kendali. Kami mendesak negara-negara tertentu untuk segera berhenti mengobarkan api, berhenti menyalahkan Cina dan berhenti menggembar-gemborkan 'Ukraina hari ini, Taiwan besok’," ujar Qin dalam sambutannya saat melancarkan 'Prakarsa Keamanan Global' Presiden Cina Xi Jinping yang baru, Selasa (21/2/2023), dilaporkan Bloomberg.

Baca Juga

Dalam beberapa hari terakhir, Cina telah mengintensifkan upayanya untuk menarik perbedaan antara Taiwan dan Ukraina. Pada saat bersamaan, Beijing pun menolak klaim Amerika Serikat (AS) yang menyebut mereka mempertimbangkan untuk memasok persenjataan ke Rusia guna mendukung perangnya di Ukraina.

Saat perang di Ukraina pecah pada 24 Februari 2022 lalu, sempat timbul kekhawatiran bahwa Cina bakal mengikuti langkah Rusia terhadap Taiwan. Akhir Januari lalu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, Cina mengamati dengan cermat perang Rusia di Ukraina. Dia memperingatkan tentang sikap agresif Cina terhadap Taiwan.

“Jika Presiden (Rusia Vladimir) Putin menang di Ukraina, ini akan mengirimkan pesan bahwa rezim otoriter dapat mencapai tujuan mereka melalui kekerasan. Ini berbahaya. Apa yang terjadi di Eropa hari ini bisa terjadi di Asia Timur besok,” kata Stoltenberg dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo, 31 Januari lalu, dilaporkan Bloomberg.

Jepang juga memiliki kekhawatiran jika Cina memutuskan untuk menyerang Taiwan. Sebab hal itu bakal berdampak pada keamanannya sendiri.

Stoltenberg mengatakan NATO dan Jepang sepakat bahwa keamanan translantik dan Indo-Pasifik sangat terkait satu sama lain. “Apa yang terjadi di kawasan ini penting bagi NATO,” ujarnya.

Cina telah berulang kali mengerahkan kapal perang dan jet tempurnya ke wilayah Taiwan. Mereka kerap melewati garis tengah Selat Taiwan sepanjang 160 kilometer yang membagi kedua sisinya.

Pada akhir Desember lalu, Cina mencatatkan rekor dengan mengerahkan 71 pesawat dan tujuh kapal ke Taiwan atau merupakan skala terbesar sepanjang 2022.

Cina diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik Cina.

Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement