REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Pidato Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri menimbulkan kontroversi.
Megawati dalam pidatonya membahas masalah stunting dan mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu-ibu yang waktunya tersita untuk pengajian, sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus anak.
Majelis Tabligh Muhammadiyah menanggapi pernyataan dari Presiden Indonesia kelima tersebut. Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, mengatakan, kegiatan pengajian yang digemari ibu-ibu bukan semata-mata berdimensi spiritual keagamaan yang simbolik, tetapi dituangkan dalam semangat kepedulian sosial yang tinggi.
"Inilah budaya gotong royong yang sesungguhnya yang berangkat dari kesadaran ta'awun dan takaful sesama warga masyarakat dan bangsa, bahkan kepada orang yang berbeda keyakinan sekalipun," kata Kamal kepada Republika.co.id, Selasa (21/2/2023).
Kamal pun sangat mengapresiasi ada pejabat negara yang masih peduli dengan kenyataan hidup masyarakat di negara ini.
Secara objektif, katanya, memang pengasuhan anak perlu perhatian penuh orang tua tanpa kompromi, dan hal tersebut konsekuensi sebagai orang tua baik secara agama, kemanusiaan, norma kemasyarakatan, serta hukum.
"Dalam konteks tanggung jawab ini, semua orang tua harus bersikap adil dan proporsional, termasuk dalam persoalan-persoalan domestik rumah tangga sebagai pilar penyangga utama kekuatan masyarakat, dan bahkan bangsa. Termasuk dalam hal menjaga stamina ruhiyah, dengan mengikuti kajian-kajian keagamaan secara adil dan proporsional pula," ujarnya.
Meski demikian, jika dilihat dari suatu persoalan tertentu yakni stunting, Kamal menegaskan bahwa harus dilihat secara jernih dan holistik. Kamal menuturkan, masalah stunting yang utama merupakan masalah gizi.
"Masalah gizi, ya artinya kemampuan orang tua secara ekonomi dan perhatian untuk menerapkan pola pemberian gizi seimbang dan tepat," jelas Kamal.
Melihat data kemiskinan di Indonesia, Kamal menyebut, tentu harus mendapat perhatian terkait peningkatan kesejahteraan keluarga dalam hal ekonomi. Dengan begitu, pemberian asupan gizi untuk anak dapat memadai.
"Di sini kebijakan dan keberpihakan negara sangat dibutuhkan masyarakat kebanyakan," tambahnya.
Disisi lain, ada juga yang sesungguhnya secara ekonomi sudah bagus, tapi anaknya masih stunting. Faktornya ini dinilainya juga kompleks, dari perhatian orang tua terhadap anak, faktor pendidikan dan literasi orang tua, hingga faktor anaknya sendiri yang memang tidak mau dan tidak suka makanan-makanan tertentu, yang justru dibutuhkan.
"Dengan segala hormat bahwa apa yang disampaikan Ibu Megawati terdapat missing point antara maksud yang diharapkan, dengan contoh yang diberikan," jelas Kamal.
Kamal menegaskan, para pejabat negara khususnya, seharusnya memiliki sensitivitas dan rasa empati yang tinggi. Sebab, sangat banyak aktifitas-aktifitas keagamaan, diantaranya yang dimotori dan digerakkan oleh ibu-ibu justru mendatangkan manfaat yang sangat besar dalam pemberian santunan dan pemberdayaan masyarakat miskin.
Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW
"Baik di desa maupun di perkotaan, dari persoalan gizi, edukasi masyarakat marginal, santunan anak-anak terlantar, fakir miskin, para janda, sampai pemberian beasiswa pendidikan," terangnya.
Pihaknya pun berharap agar seorang politisi menyampaikan narasi yang membangun, terlebih di masa menjelang Pemilu 2024 ini. Kesejukan, kata Kamal, sangat dibutuhkan oleh setiap warga bangsa, terlebih dari para sesepuh dan pemangku amanah jabatan kenegaraan.
"Kita semua mengetahui bahwa beliau (Megawati) adalah seorang tokoh politik yang sangat sentralistik, dan bahkan sangat kharismatik. Kita tentu berharap kepada para politisi agar menyampaikan narasi yang membangun aura positif di tengah warga bangsa yang majemuk ini," lanjutnya.