Selasa 21 Feb 2023 16:12 WIB

Ketua Panja Sebut Puan Maharani Bisa Dilaporkan ke MKD Jika RUU PPRT Mandek

RUU PPRT masih berada di meja Ketua DPR dan belum dibawa ke Rapat Paripurna.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya menilai usulan beberapa pihak untuk merevisi Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, tidak bisa dilakukan hanya karena merespon kondisi terkini atau
Foto: istimewa
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya menilai usulan beberapa pihak untuk merevisi Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, tidak bisa dilakukan hanya karena merespon kondisi terkini atau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panja RUU PPRT DPR, Willy Aditya membenarkan, RUU PPRT masih masih terkatung-katung. Sejak diusulkan 2004, masuk pembahasan komisi 2010 dan terdaftar di Prioritas Prolegnas 2022, RUU PPRT masih tertahan di Ketua DPR.

Sayangnya, sampai hari ini RUU PPRT masih berada di meja Ketua DPR dan belum dibawa ke Rapat Paripurna sebagai hak inisiatif DPR. Willy mengaku, mereka sudah beberapa kali bersurat ke pimpinan-pimpinan DPR, termasuk lewat Bamus DPR.

Baca Juga

"Tapi, sejauh ini juga itu belum terealisasi, saya sudah bersurat ke pimpinan, bahkan dalam setiap Bamus kita sampaikan agar segera dibawa ke Rapat Paripurna, disampaikan masih tertahan di meja Ketua DPR," kata Willy, Selasa (21/2/2023).

Willy turut menerangkan urgensi dari RUU PPRT tersebut. Selama ini, ia menilai, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangat diskriminatif. Sebab, definisi pekerja hanya mereka yang bergerak di sektor barang dan jasa.

Artinya, mereka yang bekerja di sektor domestik, rumah tangga dan sosial tidak pernah diakui sebagai pekerja. Karenanya, RUU PPRT mencoba memberikan jembatan, menambah Permenaker agar kuat memberikan perlindungan dan hukuman terkait PRT.

Tujuannya, lanjut Willy, tidak lain menekan tingginya diskriminasi, kekerasan, perbudakan, termasuk ke pekerja rumah tangga. Ia merasa, kita sudah membutuhkan UU yang memberi kepastian hukum bagi mereka yang bekerja di sektor rumah tangga.

Termasuk, ia menekankan, mereka yang bekerja di luar negeri dalam sektor rumah tangga atau domestik. Menurut Willy, kehadiran RUU PPRT ini benar-benar mencoba meletakkan kepentingan kita secara sosiologis agar bisa benar-benar presisi.

"Sehingga, dalam menyusun UU ini melibatkan banyak teman-teman sosiolog, serikat pekerja, pakar hukum. Kemudian, kalau orang baca dia akan paham, kalau dia tidak baca, dia akan terjebak ke paranoid-paranoid yang tidak berbalas," ujar Willy.

Terlebih, ia mengingatkan, Presiden Jokowi sudah memberikan dorongan dan lewat KSP sudah membentuk Gugus Tugas. Menurut Willy, saat ini RUU PPRT yang masih belum dibahas di Rapat Paripurna cuma memiliki satu masalah di Ketua DPR.

Sebab, ia menambahkan, RUU PPRT sudah berada di meja Ketua DPR RI lebih dari dua tahun lalu. Bahkan, Willy mengungkapkan, sudah bersurat tiga kali ke pimpinan DPR meminta waktu menerangkan RUU PPRT, tapi tidak pernah pula digubris.

"Semoga pimpinan mendengarkan ini, kalau tidak terpaksa kita harus bawa ke cara yang jauh lebih, menggunakan mekanisme juga, terpaksa pimpinan kita laporkan ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan)," kata Willy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement