Selasa 21 Feb 2023 16:40 WIB

Terkumpul Rp 21 Triliun, Manfaat ZIS 2022 Harus Lebih Dirasakan Masyarakat Luas

Angka penghimpunan ZIS terus meningkat setiap tahun.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Rumah Zakat mengirim tim relawan dan mendistribusikan bantuan darurat bagi korban gempa Turki.
Foto: Dok. Rumah Zakat
Rumah Zakat mengirim tim relawan dan mendistribusikan bantuan darurat bagi korban gempa Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Tarmizi Tohor, menyampaikan, pengumpulan dana zakat, infak dan sedekah (ZIS) melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada 2022 mencapai Rp 21 triliun rupiah.

Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) sekaligus Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono, mengatakan, data zakat nasional yang terus meningkat belum bisa jadi ukuran prestasi.

Baca Juga

Angka penghimpunan zakat nasional memang terus meningkat setiap tahun. Tahun 2017 Rp 6,2 triliun, 2018 Rp 8,1 triliun, 2019 Rp 10,2 triliun, 2020 Rp 12,4 triliun, 2021 Rp 14,1 triliun dan kini per kuartal iii 2022 disebut telah menembus Rp 21 triliun.

"Namun memang terlihat kenaikan di 2022 ini sangat tinggi, jika kita perkirakan hingga akhir 2022 menembus Rp 26-28 triliun maka berarti ada peningkatan hingga hampir 100 persen dari 2021 yang hanya di kisaran Rp 14 triliun," kata Yusuf kepada Republika, Selasa (21/2/2023).

Yusuf mengungkapkan, namun meski demikian, peningkatan ini tidak bisa disebut sepenuhnya prestasi. Karena seringkali yang terjadi hanya baru tercatat saja. Masyarakat Indonesia sejak dahulu taat membayar zakat, seperti ke pesantren, masjid dan juga ormas Islam atau yayasan Islam, namun tidak tercatat.

Ketika data pembayaran zakat ke lembaga-lembaga tersebut terdata, maka angka penghimpunan zakat nasional melonjak. Tentu ini tetap hal positif dan perlu diapresiasi.

"Namun agenda yang sebenarnya jauh lebih penting adalah bagaimana memastikan dana zakat tersebut terkelola dengan baik," ujar Yusuf.

Ketika masyarakat membayarkan zakat ke lembaga, maka mereka memiliki ekspektasi besar bahwa dana mereka akan sampai kepada yang berhak dalam cara yang paling berdampak. Ketika lembaga zakat adalah independen, profesional dan amanah, maka publik akan melihat rekam jejak mereka dan akan mengalihkan pembayaran zakat mereka ke kanal formal.

Sebaliknya, kasus-kasus politisasi dana zakat oleh pejabat daerah, bahkan korupsi dana zakat oleh pengurus lembaga zakat yang berasal dari birokrat pemerintah daerah, sangat mencederai kepercayaan masyarakat. Kemudian masyarakat akan mencari dan menyalurkan dana zakat ke lembaga yang mereka percayai.

"Jadi, secara singkat, data zakat nasional yang terus meningkat tidak bisa menjadi ukuran prestasi, secara alamiah angka penghimpunan zakat nasional akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan semakin banyaknya pembayaran zakat yang kini tercatat," jelas Yusuf.

Yang lebih penting dan substantif untuk didorong adalah memastikan pengelolaan dana zakat yang semakin bersih dari kepentingan politik pragmatis jangka pendek, amanah dan profesional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement