REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Chief Information Officer Privy, Krishna Chandra menyampaikan bahwa keyakinan terhadap transaksi digital menjadi lebih tinggi jika menggunakan tanda tangan digital.
Dengan adanya keamanan yang dijamin tanda tangan digital, maka tingkat kenyamanan pemilik tanda tangan akan menurun, tetapi jika tidak ada jaminan keamanan dari tanda tangan selain digital, maka tingkat kenyamanan pengguna akan naik.
''Ini sama saja kita punya rumah, rumahnya tidak punya pintu sama sekali. Kalau kita tak punya pintu sama sekali di rumah, kita mau masuk ke dalam lari maka cepat sampai, tapi kalau kita punya pintu di setiap satu meter untuk masuk ke paling belakang atau gudang, memang tidak convenient, tetapi aman. Artinya, tidak ada orang masuk sampai gudang, apalagi kuncinya (untuk setiap pintu) beda-beda, tapi tidak convenient karena setiap satu meter orang harus buka kunci,'' ujarnya secara virtual dalam Media Clinic Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Jakarta, Selasa.
Salah satu keuntungan dari penggunaan tanda tangan digital ialah dapat dijadikan sebagai bukti di pengadilan seandainya ada kasus kecurangan transaksi. ''Beda jika transaksi tak menggunakan tanda tangan digital, tidak dapat digunakan sebagai barang bukti, tapi pasti akan lebih convenient, lebih mudah, tidak klik-klik (lalu) selesai,'' ungkap dia.
Dalam kesempatan tersebut, Krishina turut mengingatkan masyarakat agar sadar (aware) terhadap data pribadi mereka masing-masing. Hal itu dapat dilakukan dengan cara tidak mudah memberikan identitas pribadi kepada siapa saja yang tidak memiliki hak untuk melakukan tindakan tersebut.
''Misalnya kita mau masuk ke gedung, biasanya kita diminta KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sebenarnya orang gedung (penjaga keamanan dan semacamnya) tak perlu tahu KTP kita karena tidak ada tujuannya, (bahkan) mereka bisa berlaku jahat dengan difoto-kopi KTP-nya, lalu data-data KTP kita tersebar ke semua orang. Dengan digital ID yang ditaruh di tempat trusted third parties yang terpercaya, maka ketika orang gedung ingin mengetahui apakah orang yang mau masuk ke dalam gedung (misalnya) termasuk kategori blacklist atau tidak, maka data yang ada dalam digital ID dapat dibandingkan dengan data yang ada di kepolisian, sehingga orang gedung tak harus tahu namanya siapa,'' kata Krishna.