Selasa 21 Feb 2023 18:35 WIB

Virus Marburg Lebih Mematikan dari Ebola dan DBD, Kenali Gejalanya

Virus Marburg memiliki tingkat kematian sangat tinggi mencapai 90 persen.

Virus Marburg memiliki tingkat kematian sangat tinggi mencapai 90 persen.
Foto: Sarah Poser, Meredith Boyter Newlove/CDC via
Virus Marburg memiliki tingkat kematian sangat tinggi mencapai 90 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyatakan bahwa masa inkubasi Virus Marburg ketika menulari seseorang dari terpapar hingga muncul gejala bisa mencapai dua sampai dengan 21 hari. "Virus Marburg adalah demam berdarah yang disebabkan oleh virus yang satu famili dengan virus Ebola. Penyakit ini memiliki tingkat kematian sangat tinggi mencapai 90 persen," kata Kasie Surveilans dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama di Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Ia menjelaskan, virus tersebut berasal dari kelelawar buah jenis Rousettus aegyptiacus yang diperkirakan jadi inang reservoir alamiah dari virus Marburg. Potensi penularan dari hewan kepada manusianya, dapat terjadi melalui kontak air liur, tinja dan urin dari hewan telah terinfeksi.

Baca Juga

Gejala dapat muncul secara tiba-tiba berupa demam tinggi, sakit kepala parah, lemah, letih, lesu, dan nyeri otot. Pada hari ketiga, seseorang dapat mengalami diare berair yang parah, nyeri perut, kram, mual, muntah darah, diare dapat bertahan selama seminggu.

"Selain itu, pada fase ini seseorang dapat terlihat memiliki mata cekung. Pada 2-7 hari setelah awal gejala, ruam yang tidak gatal dapat timbul," katanya.

Kemudian, gejala berat berupa perdarahan dapat terjadi pada hari kelima hingga ketujuh di hidung, gusi, dan vagina serta dapat keluar melalui muntah dan feses. Selama fase penyakit yang berat, pasien demam tinggi, dan gangguan pada sistem saraf pusat sehingga dapat mengalami kebingungan dan mudah marah.

Orkitis (radang testis) telah dilaporkan kadang-kadang pada fase akhir penyakit (15 hari). Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi pada hari ke-8 setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang banyak.

"Pada beberapa kasus, virus Marburg dapat bertahan pada tubuh manusia setelah sembuh dari penyakit virus Marburg, terutama pada testis dan di dalam mata. Pada perempuan yang sedang dalam keadaan hamil, virus Marburg dapat bertahan di plasenta, cairan amniotik, dan fetus. Sedangkan pada perempuan yang sedang menyusui, virus Marburg dapat bertahan di air susu ibu (ASI)," katanya.

Sejauh ini, belum ditemukan kasus penyakit Marburg di Indonesia. Namun, sejak tahun 1967 sampai hari ini, sebanyak 593 kasus sudah terkonfirmasi di seluruh dunia. Sementara pada masa kini, wabah penyakit virus Marburg sedang terjadi di negara Guinea Khatulistiwa sejak 7 Februari 2023. Terhitung hingga 13 Februari 2023, telah dilaporkan sebanyak satu kasus konfirmasi, 16 kasus suspek, dan sembilan kematian.

Ia mengatakan, sebenarnya Virus Marburg bisa diperiksa melalui pemeriksaan darah antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), tes deteksi antigen-capture, serum neutralization, reverse-trancriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), electron microcopy, dan isolasi virus dengan kultur sel.

Namun, ia mengimbau agar masyarakat mengurangi kontak dengan kelelawar reservoir virus Marburg. Apabila seseorang harus mengunjungi area habitat kelelawar tersebut, maka dapat menggunakan sarung tangan dan alat pelindung lainnya seperti masker.

Diharapkan pula untuk mengkonsumsi daging secara matang, menghindari kontak dengan orang yang dicurigai atau terinfeksi termasuk cairan tubuhnya dan cuci tangan secara rutin. Jika bisa, menunda perjalanan pada wilayah yang terjadi wabah.

"Namun, bila tidak memungkinkan perhatikan risiko dan anjuran pemerintah negara tujuan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement