REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyoroti kasus pelanggaran dana kampanye mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan senilai Rp 50 miliar. Ray menduga, dana sumbangan sebesar itu tidak diberikan secara cuma-cuma, melainkan disertai praktik barter kepentingan.
Ray menduga, sumbangan dana kampanye untuk Anies di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tahun 2017 itu, berasal dari pengusaha. Yang namanya pengusaha, kata dia, tentu tidak mau memberikan uang secara cuma-cuma, pasti ingin ada imbal balik.
“Bayangkan, Rp 50 miliar Anda kasih secara free. Apakah ada pengusaha di republik ini sebaik itu?” kata Ray kepada wartawan, Selasa (21/2/2023).
Karena itu, Ray menduga, Anies memberikan insentif kepada pengusaha itu selama dirinya menjabat sebagai gubernur. Insentifnya bisa berupa transaksi tertentu ataupun dalam bentuk kebijakan yang dibuat Pemerintahan Anies.
"Sangat mungkin dugaan itu karena lagi-lagi siapa orang yang sedermawan itu mau berikan uang Rp 50 miliar secara cuma-cuma," ujarnya.
Sebelumnya, Anies mengakui dirinya mendapatkan pinjaman dana sebesar Rp 50 miliar untuk kampanye Pilgub 2017. Anies menyebut pinjaman itu dari pihak ketiga, yang tidak dia ungkapkan identitasnya. Pinjaman itu dicatatkan sebagai utang pribadi Anies.
Pihak ketiga itu, kata Anies, mengharuskan dirinya membayar utang tersebut apabila gagal terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta. Namun, utang itu tidak perlu dibayar apabila Anies menang.
Nyatanya, Anies menang. Artinya, dana Rp 50 miliar itu telah berubah dari pinjaman menjadi sumbangan. Menurut Bawalsu RI, pola pembiayaan kampanye Anies itu melanggar ketentuan dana kampanye karena sumbangan dana kampanye Pilkada maksimal Rp 750 juta. Akan tetapi, Bawaslu tidak bisa mengusut kasus tersebut karena sudah kedaluwarsa.