Selasa 21 Feb 2023 19:48 WIB

SBY 'Turun Gunung' Soal Sistem Pemilu, Pengamat: Takut Suara Demokrat Anjlok

Tidak hanya Demokrat, mayoritas partai khawatir penggunaan proporsional tertutup.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Tangkapan layar video Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Tangkapan Layar
Tangkapan layar video Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyoroti langkah Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang mengomentari gugatan atas pemilihan legislatif (Pileg) sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi. Menurut Ray, SBY 'turun gunung' karena risau suara Partai Demokrat bisa anjlok apabila pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

"Bukan hanya SBY (yang khawatir suara partainya anjlok), tapi hampir semua partai politik," kata Ray kepada wartawan, Selasa (21/2/2023).

Baca Juga

Untuk diketahui, semua partai parlemen, kecuali PDIP, memang menentang penggunaan kembali sistem proporsional tertutup. 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. 

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun partainya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi parlemen. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019. 

Menurut Ray, apabila MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, tentu partai yang punya Party ID rendah bakal kehilangan pemilih. Party ID atau party identification adalah konsep tentang kedekatan dan kesukaan pemilih terhadap partai politik. 

Berdasarkan hasil survei, kata Ray, hampir semua partai politik Party ID-nya rendah, termasuk Partai Demokrat. Hanya PDIP dan Golkar yang Party ID-nya tinggi. 

Lantaran Party ID mayoritas partai rendah itu lah sistem proporsional tertutup ditentang. Apabila Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, tentu partai politik bisa meraup suara lewat ketokohan caleg yang diusung. Menurutnya, saat ini 80 persen daya pikat partai terhadap pemilih bergantung pada ketokohan kandidat. 

"Jadi kalau kandidatnya tidak bagus, tidak terkenal, habis lah partai itu. Wajar SBY turun gunung, bahkan partai seperti Golkar saja yang Party ID-nya cukup kuat juga khawatir," ujar Ray. 

Pada Ahad (19/2/2023), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY, untuk pertama kalinya mengomentari gugatan sistem proporsional terbuka usai isu tersebut bergulir sejak akhir Desember 2022 lalu. SBY mempertanyakan apa urgensi mengubah sistem pemilu saat tahapan persiapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Apalagi, hari pencoblosan Pemilu 2024 tidak sampai satu tahun lagi. 

Menurut SBY, pengubahan sistem pemilu seharusnya dilakukan saat masa 'tenang' dengan dirembukkan secara bersama, bukan lewat jalan pintas dengan menggugat ke MK. "Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya, dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan," ujar SBY.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement