REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Polresta Bogor Kota mengungkap dugaan korupsi yang terjadi pada pengerjaan pembangunan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor. Empat orang yang ditetapkan jadi tersangka menyebabkan kerugian anggaran negara senilai Rp 1,6 miliar.
Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, menyebutkan polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi pembangunan gedung RSMM yang dulunya bernama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Marzoeki Mahdi. Adapun pembangunan ini menelan anggaran sebesar Rp 6,7 Miliar.
Lebih lanjut, Bismo mengungkapkan, kasus korupsi yang terjadi di intansi rumah sakit milik pemerintah ini berawal dari aduan yang dilaporkan beberapa subkontraktor yang mengerjakan proyek pada tahun anggaran 2017 silam. Namun, dua tersangka berinisial CSW dan KSN meninggal dunia dalam proses penyelidikan dan penyidikan, sehingga tersisa dua tersangka berinisial ASR dan MHB.
Dalam aduanya itu, PT Delbiper Cahaya Cemerlang (DCC) sebagai pemenang proyek pembangunan senilai Rp 6,7 miliar dilaporkan lambat dalam melakukan pembayaran. Atas dasar itu, kata Bismo, Satreskrim Polresta Bogor Kota melakukan pemeriksaan, dan penyelidikan hingga kasus ini masuk ke ranah dugaan tindakan pidana korupsi (tipikor).
“Reskrim menerima laporan dari beberapa sub kontraktor yang mengerjakan (proyek) di RSSM lambat pembayarannya, menunggak. Kemudian kita lakukan pemeriksaan dan penyelidikan hingga ke tindak pidana korupsinya dan LP tersebut terbit di tahun 2019,” kata Bismo, Selasa (21/2/2023).
Dari situ, lanjut dia, polisi melakukan penyelidik dan didapati fakta pada 2017 terdapat proyek Perluasan Gedung RSMM untuk Pelayanan Administrasi Pasien Tahap II. Dimana, dalam proses lelang dimenangkan oleh PT DDC dengan secara cacat prosedur.
Dalam proses penyelidikan, Bismo menyebutkan, CSW yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meninggal dunia. Sebelumnya ia telah memerintahkan tersangka MHB selaku Ketua Pokja pemilihan untuk memenangkan PT DCC. Keduanya merupakan aparatur sipil negara (ASN).
Padahal, Bismo menegaskan, dalam aturan proses pengadaan Barang dan Jasa, proses tender tersebut telah terjadi penyimpangan dan tidak sesuai dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Bahkan PT DCC juga meminjam bendera perusahaan untuk memenangkan lelang.
“PT DCC memiliki dua direktur, yakni saudara ASR yang kita amankan dan saudara SKN yang dalam proses penyelidikan dan penyidikan meninggal dunia. SKN ini menyediakan dokumen fiktif, dokumen palsu sehingga seolah-olah dokumen tersebut bener sehingga PT DCC menjadi legal dan memenuhi syarat sebagai pemenang lelang,” ungkapnya.
Selanjutnya, sambung Bismo, PT DCC rupanya tidak mengerjakan proyek tersebut. Proyek tersebut justru diserahkan sepenuhkan kepada sub kontraktor. Padahal PT DCC menerima uang sejumlah Rp 75 juta sebagai fee peminjaman bendera perusahaan.
“ASR direktur utama PT DCC ini pada saat yang bersamaan juga adalah seorang narapidana dari Tipikor atas kasus lain di Jakarta. Pelaksaan pekerjaan ini dilaksanakan oleh saudara D dan saudara N (orang lain) hingga selesai,” jelasnya.
Bismo menambahkan, Politeknik Negeri Bandung kemudian melakukan audit konstruksi dan didapatkan ada kekurangan dari volume hasil pekerjaan tersebut sebesar 13 persen. Sehingga, dari kontrak pekerjaan sejumlah RP 6,7 milyar, hasil audit BPK ada kerugian negara sejumlah Rp 1,6 milyar.
“Untuk dua tersangka kita jerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun atau pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun,” pungkasnya.
Kasubsie Penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Bram Tambunan, menambahkan berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejari Kota Bogor sudah dinyatakan lengkap atau P21. Pihaknya pun akan melakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka.
“Di hari Kamis besok kami akan melimpahkan ke Pengadilan Negeri Tipikor di Bandung,” ujar Bram.