REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertandingan Liga 1 Indonesia sering kali terpaksa ditunda karena tidak mendapatkan izin keamanan dari pihak kepolisian. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyodorkan terobosan sebagai solusinya.
‘’Pemerintah mendukung terutama bagaimana perizinan bila memungkinkan dan harus dipastikan bahwa sudah keluar seluruhnya tiga bulan sebelum musim kompetisi. Ini tentu bagian yang luar biasa, yang selama ini menjadi kendala,’’ kata ET, sapaan akrab Erick Thohir, dalam sesi jumpa pers setelah dia bersama jajaran petinggi PSSI bertemu Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Pertandingan Liga 1 selama ini memang sering kali ditunda karena tidak memperoleh izin keamanan. Pada 11 Januari lalu misalnya, dua laga pekan ke-18 terpaksa ditunda karena tidak mendapat izin keamanan dari pihak kepolisian. Yakni, laga Persebaya Surabaya menjamu Persikabo 1973 dan pertarungan Persik Kediri menghadapi Persita Tangerang.
Pemerintah melalui Kapolri, menurut Erick Thohir, berjanji tidak hanya mendukung masalah perizinan. Pemerintah juga siap menjadi bagian perbaikan dari sistem pengaturan skor, apalagi Kapolri sudah membuat satgas mafia sepak bola.
Pemerintah pun siap mem-back up PSSI dalam membangun training camp yang dibutuhkan oleh Timnas Indonesia. Termasuk infrastruktur lainnya, seperti lapangan-lapangan pertandingan yang memang akan digunakan untuk kejuaraan-kejuaraan internasional.
‘’Presiden secara pribadi sangat peduli sama sepak bola nasional. Pemerintah siap mendukung tranformasi sepak bola Indonesia,’’ kata Erick Thohir.
Manajemen suporter pun disiapkan dimana mentalitas dan visi pecinta sepak bola mulai dibangun dari sekolah-sekolah. Para pelajar ditanamkan nilai-nilai budaya sepak bola sehingga akhirnya menjadi budaya suporter sepak bola Tanah Air.
Erick Thohir mengakui, pembangunan manajemen suporter butuh waktu panjang sekitar lima sampai sepuluh tahun. Namun, PSSI juga menyiapkan program jangka pendek dengan menggelar sarasehan bersama klub-klub, pemerintah daerah, dan suporter.
‘’Inilah yang akan menjadi culture penonton kita. Memang perlu waktu lima sampai sepuluh tahun, tapi juga ada jangka pendeknya bagaimana kita duduk bersama klub-klub, pemerintah daerah dan suporternya langsung,’’ ujar Erick. ‘’Ini memang sesuatu yang sangat kompleks, tapi kita bisa jalankan kalau kita fokus satu per satu.’’