REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian ESDM sudah memberikan lampu hijau bagi 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk melakukan perdagangan karbon. Bagi PLTU yang kelebihan emisi karbon untuk bisa melakukan pengurangan emisi dengan membeli dari PLTU yang sudah berupaya dalam pengurangan emisi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah mendorong para pengusaha pembangkit bisa melakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi. Skema perdagangan karbon ini diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik sebelum nantinya pemerintah akan mengenakan pajak karbon bagi para pengusaha yang tak melakukan apa apa dalam pengurangan emisi.
"Ini upaya bersama untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi karbon. Jadi para perusahaan bisa melakukan perdagangan karbon sebagai upaya pengurangan emisi," ujar Arifin dalam paparannya di Kementerian ESDM, Rabu (22/2/2023).
Dengan melakukan perdagangan karbon, ini memberikan ceruk lini bisnis baru bagi para pengusaha. Selain meningkatkan awarness kepada pelaku usaha pembangkit listrik, ini juga bisa mereduksi karbon emisi.
"Merujuk pada laporan World Bank tahun lalu, pendapatan global dari carbon trading ini naik 60 persen dan mencapai 84 miliar dolar AS," kata Arifin.
Arifin mendorong khususnya para perusahaan PLTU untuk bisa melakukan upgrading teknologi maupun penggunaan teknologi co-firing untuk mereduksi karbon emisi.