Rabu 22 Feb 2023 19:37 WIB

Pakar Ilmu Politik: Perubahan Sistem Pemilu Seharusnya Diterapkan untuk Pemilu 2029

Apabila sistem baru diterapkan untuk Pemilu 2024, risiko politiknya akan tinggi.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Pakar ilmu politik, Philips J Vermonte. Philips menyarankan perubahan aturan sistem pemilu tidak diterapkan untuk Pemilu 2024. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pakar ilmu politik, Philips J Vermonte. Philips menyarankan perubahan aturan sistem pemilu tidak diterapkan untuk Pemilu 2024. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ilmu politik, Philips J Vermonte menyoroti potensi perubahan sistem pemilu akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan uji materi pasal yang mengatur pemilihan legislatif (Pileg) menggunakan sistem proporsional terbuka. Menurutnya, perubahan sistem apa pun yang diputuskan MK nanti, seharusnya tidak diterapkan dalam Pemilu 2024.

Pasalnya, kata Philips, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Apabila sistem baru dipaksakan diterapkan dalam Pemilu 2024, maka "risiko politiknya akan tinggi". Selain itu, perubahan sistem di tengah tahapan juga sarat kepentingan jangka pendek partai politik untuk memenangkan pemilu, bukan kepentingan untuk memperbaiki sistem itu sendiri.

Baca Juga

Dia pun mengusulkan agar MK membuat sebuah klausul dalam putusannya. Yakni, menyatakan bahwa perubahan sistem diterapkan untuk pemilu berikutnya.

"Kalau memang DPR dan MK mau ubah sistem pemilu dengan semangat memperbaiki, bisa dibuat klausul bahwa perubahannya baru berlaku di Pemilu 2029 atau Pemilu 2034," ujar Philips dalam Forum Diskusi Denpasar 12, dipantau dari Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Doktor ilmu politik lulusan Northern Illinois University, Amerika Serikat itu menambahkan, jika MK membuat klausul tersebut, maka dirinya meyakini pertimbangan MK dalam memutus perkara ini tidak didasarkan pada kepentingan politik jangka pendek. Dengan menunda penerapan hasil putusan, dia yakin MK melandaskan putusannya pada kepentingan jangka panjang seperti memperkuat aspek keterwakilan dan aspek kemampuan memerintah.

"(Dengan menunda penerapan putusan), kita bisa memastikan bahwa apapun perubahan sistem pemilu yang kita ambil dilakukan bukan karena kepentingan politik hari ini, tetapi memang karena pertimbangan sistem apa yang baik dan dibutuhkan," kata Philips.

Terkait sistem apa yang sebaiknya digunakan di Indonesia, Philips sendiri beranggapan sistem proporsional tertutup adalah pilihan yang paling tepat. Kendati begitu, dia tidak mau terjebak dalam perdebatan hitam putih antara sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup. Sebab, ada banyak opsi sistem yang bisa dipakai, yang salah satunya adalah sistem proporsional campuran.

MK diketahui kini tengah memproses gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka. Gugatan itu dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Pada intinya, para penggugat meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Sementara sidang bergulir, partai politik terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pendukung sistem proporsional terbuka terdiri atas delapan parpol parlemen, mulai dari Golkar, Gerindra, PKB, hingga PKS. Sedangkan pendukung sistem proporsional tertutup hanya PDIP.

 

photo
Tiga Parpol Berpeluang Menang di Pemilu 2024 - (infografis Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement