REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota MPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, tetap menolak sistem proporsional tertutup. Perdebatan tentang sistem pemilu belakangan ini kembali menguat karena gugatan sekelompok orang atas UU Nomor 7/2017 Tentang Pemilu di MK.
Ia menekankan, saat ini dengan sistem proporsional terbuka, pemilihan kepala pemerintahan dari pusat sampai daerah, bahkan desa, dapat dilakukan secara langsung. Hal ini memberikan otoritas, amanah dan kesempatan bagi rakyat.
"Untuk menentukan siapa yang rakyat inginkan menjadi perwakilannya," kata Dave, Rabu (23/2/2023).
Dave berpendapat, jangan sampai hak rakyat dalam menentukan wakil-wakilnya ini malah dilucuti lewat sistem proporsional tertutup. Apalagi, sistem proporsional terbuka ini baru dilaksanakan penuh di Indonesia pada Pemilu 2009 sampai 2019.
Ia melihat, sistem proporsional terbuka sendiri merupakan salah satu wujud kemajuan demokrasi Indonesia. Sebab, sebelumnya sistem proporsional tertutup maupun semi terbuka sudah pernah dijalankan dalam sejarah kepemiluan Indonesia.
Menurut Dave, penerapan sistem ini yang benar-benar memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melakukan sistem pemilu tersebut. Sebab, rakyat bisa memilih, rakyat bisa menentukan calon, serta melakukan pula efisiensi daripada keuangan negara.
Selain itu, ia mengingatkan, awalnya fungsi anggota parlemen ada tiga mulai dari fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Namun, saat ini anggota parlemen Indonesia memiliki fungsi lain yaitu fungsi aspirasi yang harus dijaga.
"Jangan sampai demokrasi diberangus, jangan sampai demokrasi itu diputus," ujar Dave.
Ketum PPK Kosgoro 57 ini menambahkan, jangan sampai fungsi aspirasi ini akhirnya malah menghilang. Sehingga, lanjut Dave, nantinya tidak ada lagi pendekatan, pengenalan ke masyarakat yang membuat masyarakat mengenal wakil-wakil mereka.