Kamis 23 Feb 2023 13:26 WIB

Terapkan Gaya Hidup Minimalis, Betulkah Orang Bisa Merasa Lebih Sejahtera?

Gaya hidup minimalis tidak sebatas punya lebih sedikit barang.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Akun TikTok yang diduga milik MDS @mariodandys kerap mengunggah video-video motor dan mobil mewah. Gaya hidup minimalis kerap dikaitkan dengan kesejahteraan mental yang lebih baik.
Foto: tangkapan layar Tiktok
Akun TikTok yang diduga milik MDS @mariodandys kerap mengunggah video-video motor dan mobil mewah. Gaya hidup minimalis kerap dikaitkan dengan kesejahteraan mental yang lebih baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pepatah less is more alias "lebih sedikit lebih baik" telah menjadi tren populer dalam beberapa tahun terakhir. Ungkapan itu merujuk pada gaya hidup minimalis, yakni memilih untuk hidup sederhana, meminimalisasi berbagai gangguan yang mungkin ada.

Penganut gaya hidup minimalis biasanya memilih untuk memiliki barang yang membuat bahagia, dan menghilangkan barang yang membuat tidak bahagia. Itu dinilai bisa membuat seseorang fokus melakukan hal yang benar-benar penting dalam hidup.

Baca Juga

Pertanyaannya, apakah tepat jika gaya hidup minimalis dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan fisik maupun mental? Bagaimana bisa, hidup dengan lebih sedikit barang berdampak pada kesejahteraan?

Antropolog budaya Hannah Gould menjelaskan alasannya. Gould mengatakan, tumbuhnya gaya hidup minimalis di era modern dimulai dari analisis bahwa masyarakat kontemporer hidup secara berlebihan.

Hidup berlebihan itu baik dalam jumlah barang yang dimiliki maupun beban psikospiritual yang ditanggung. Nyatanya, sebagian orang di era modern tenggelam dalam kepemilikan barang.

Konsumsi berlebihan menjadi masalah di banyak negara. Tidak sedikit orang yang membelanjakan uang di luar kemampuan pribadi, serta melebihi apa yang dapat dipertahankan oleh Planet Bumi.

"Alih-alih memiliki banyak barang, gaya hidup minimalis menganjurkan untuk berinvestasi dalam fenomena yang "kurang nyata", seperti waktu, ruang, dan hubungan antarpribadi," ungkap Gould, dikutip dari laman ABC, Kamis (23/2/2023).

Akan tetapi, Gould menjelaskan bahwa gaya hidup minimalis tidak sebatas punya lebih sedikit barang. Menurut Gould, menerapkan gaya hidup minimalis lebih tentang relasi dengan barang-barang yang dipunyai dan bagaimana itu mencerminkan nilai yang dianut.

Kesejahteraan mental akan tercapai ketika seseorang dapat merancang dunianya, dengan cara yang mencerminkan siapa dirinya dan apa yang dia hargai dalam hidup. Ketika itu bisa diterapkan, barulah akan memengaruhi kesejahteraan secara positif.

Profesor psikologi Tim Kasser punya pendapat sendiri terkait gaya hidup minimalis. Dia mendefinisikannya sebagai seseorang yang memilih untuk bekerja dan berpenghasilan lebih sedikit sehingga dapat fokus pada hal yang dianggap penting dalam hidup.

Profesor emeritus di Knox College di Galesburg, Illinois, Amerika Serikat, itu mengatakan, orang yang hidup minimalis cenderung hidup dengan cara yang berkelanjutan secara ekologis. Meskipun demikian, memang benar bahwa manusia memiliki kecenderungan materialistis.

Kasser yang dikenal karena karyanya tentang materialisme dan kesejahteraan menyoroti pula bagaimana hidup minimalis dianggap terkait dengan kesejahteraan. Bagi Kasser, itu tergantung pada nilai hidup yang dianut seseorang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement