REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengkonfirmasi pada Rabu (22/2/2023), bahwa setidaknya ada 802 serangan terhadap layanan kesehatan di Ukraina sejak awal perang. Serangan tersebut telah mengakibatkan 101 kematian tenaga kesehatan dan pasien.
Ghebreyesus mengatakan, perang memperburuk kebutuhan kesehatan, termasuk untuk kesehatan mental dan dukungan psikososial, rehabilitasi, pengobatan penyakit kronis dan lainnya, seperti kanker, HIV, dan tuberkulosis. Banyak vaksinasi pun terganggu, seperti campak, polio, dan pneumonia hingga Covid-19.
"Kesenjangan ini berisiko bagi kesehatan saat ini dan di masa depan. WHO bekerja sama dengan mitra di Ukraina dan telah menjangkau 8,4 juta orang dengan intervensi kesehatan," kata Ghebreyesus dikutip dari Anadolu Agency.
Pernyataan Ghebreyesus datang menjelang peringatan pertama serangan berskala penuh oleh Rusia pada 24 Februari ke Ukraina. Menurut laporan gridnews, 100 ribu atau lebih orang Ukraina meninggal dan terluka selama perang dengan Rusia. Sedangkan New York Times pada Februari 2023 menyatakan, jumlah tentara Rusia yang terbunuh dan terluka di Ukraina mendekati 200 ribu.
Perkiraan terbaru PBB tentang warga sipil yang terbunuh adalah lebih dari 7.000. Namun badan ini secara konsisten mencatat bahwa angka tersebut terlalu rendah, seperti perkiraan total korban yang terdiri dari kombinasi kematian dan cedera kemungkinan lebih dari 18 ribu.
Sedangkan total pengungsi Ukraina sekitar 14 juta jiwa. Ada lebih dari delapan juta pengungsi Ukraina saat ini dilaporkan di negara-negara Eropa. PBB menunjukkan lebih dari 18 juta orang Ukraina telah melintasi perbatasan sejak awal perang, tetapi jutaan telah kembali ke rumah, sebagian besar dari Polandia.