Kamis 23 Feb 2023 19:22 WIB

Gila Kerja tak Selamanya Baik, Bisa-Bisa Malah Sebabkan Burnout, Begini Ciri-cirinya

Burnout merupakan fenomena pekerjaan bukan kondisi medis.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Qommarria Rostanti
Burnout (ilustrasi)
Foto: www.microbizmag.co.uk
Burnout (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istilah burnout banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi saat seseorang merasa stres dan kelelahan. Kondisi ini bisa dipicu karena pekerjaan.

Beberapa peneliti berpendapat burnout adalah fenomena zaman modern yang disebabkan oleh terlalu banyak bekerja dan budaya gila kerja (hustle culture). Tetapi yang lain berpendapat burnout hanyalah pengulangan terbaru dari rangkaian panjang gangguan kelelahan, dimulai dengan konsep Yunani Kuno tentang acedia.

Baca Juga

Menurut biawaran dan teolog abad ke-5, John Cassian, kondisi ini ditandai dengan kelesuan tubuh dan kelaparan yang besar. Gagasan burnout yang lebih kontemporer berasal dari tahun 1970-an. Psikolog konsultan yang bekerja dengan pecandu narkoba di St. Mark's Free Clinic di New York City, AS, Herbert Freudenberger menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan hilangnya motivasi, penipisan emosi, dan berkurangnya komitmen.

Kira-kira secara bersamaan, peneliti dari University of California, Berkeley, AS, Christina Maslach mewawancarai pekerja layanan sosial di California dan mulai mengamati karakteristik serupa. Hal itu mendorong Maslach dan mahasiswa pascasarjananya, Susan Jackson yang sekarang di Rutgers University di Piscataway, NJ, untuk mengembangkan alat pertama untuk mengukur kejenuhan, Maslach Burnout Inventory.

Mereka mendefinisikan burnout yang terdiri atas tiga komponen yakni kelelahan, sinisme, dan ketidakefektifan atau perasaan pencapaian pribadi yang rendah. Dalam dua dekade terakhir, penelitian mengarah pada gagasan kelelahan tampaknya melibatkan perubahan kognisi, seperti masalah dengan ingatan dan konsentrasi. Masalah kognitif ini dapat berupa orang menjadi pelupa.

Psikolog kesehatan kerja di University of Rennes, Prancis, Charlie Renaud memberikan contohnya seperti melewatkan pertemuan berulang dan berjuang melakukan tugas rutin. Perjuangan seperti itu dapat terbawa ke dalam kehidupan pribadi orang yang menyebabkan kegiatan santai, seperti membaca dan menonton film, menjadi melelahkan.

Apakah kelelahan merupakan salah satu bentuk depresi?

Sepintas, kedua konsep tersebut tampak kontradiktif. Depresi biasanya berasal dari dalam individu dan burnout berasal dari kekuatan masyarakat, terutama tempat kerja. Namun, beberapa peneliti mulai mempertanyakan apakah burnout muncul sebagai diagnosis yang berdiri sendiri.

Penelitian menunjukkan konsepnya tidak saling eksklusif. Stres kronis di lingkungan seseorang dapat memicu depresi dan temperamen tertentu dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap burnout.

Selain itu, burnout lebih sering terjadi bersamaan dengan depresi dibandingkan dengan sinisme atau ketidakmanjuran. Jika burnout ditandai dengan serangkaian gejala, maka burnout dan depresi muncul sebagai kombinasi.

Dilansir Science News, Kamis (23/2/2023), saat ini, burnout tidak termasuk dalam Manual Diagnostik dan Statistik Asosiasi Psikiatris Amerika (APA). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadopsi konseptualisasi burnout Maslach ketika mereka menguraikan sindrom tersebut dalam Klasifikasi Penyakit Internasional 2019. Burnout merupakan fenomena pekerjaan bukan kondisi medis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement