Kamis 23 Feb 2023 19:45 WIB

Menlu Ukraina Desak Dunia Buktikan Dukungan Terhadap Perdamaian

Majelis Umum PBB telah menyetujui lima resolusi yang menyoroti perang di Ukraina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Prajurit Ukraina menembak ke arah posisi Rusia di garis depan dekat Kherson, Ukraina selatan, Rabu, 23 November 2022.
Foto: AP Photo/Bernat Armangue
Prajurit Ukraina menembak ke arah posisi Rusia di garis depan dekat Kherson, Ukraina selatan, Rabu, 23 November 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mendesak negara-negara di dunia untuk membuktikan bahwa mereka mendukung Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia meminta agar global memberikan suara mendukung resolusi PBB yang menyerukan perdamaian.

Kuleba mengatakan dalam sesi khusus darurat Majelis Umum PBB pada Rabu (22/2/2023), bahwa meskipun Moskow menawarkan negosiasi, nyatanya negara itu masih ingin menghancurkan Kiev sebagai sebuah bangsa. Dia mengatakan, resolusi terbaru dan yang sudah disepakati akan berkontribusi pada upaya bersama kita untuk mengakhiri perang.

Baca Juga

Resolusi tersebut akan dilakukan pemungutan suara pada Kamis (23/2/2023). Sebelumnya Majelis Umum (MU) PBB telah menyetujui lima resolusi yang menyoroti perang di Ukraina.

"Momen yang menentukan untuk menunjukkan dukungan, persatuan, dan solidaritas,” ujar Kuleba.

Kuleba memiliki pesan untuk negara-negara yang ingin berteman dengan kedua belah pihak dan ingin mengakhiri perang dengan hasil apapun. "Dalam perang ini tidak ada dua pihak, ada agresor dan korban," ujarnya.

“Satu negara hanya ingin hidup. Yang lain ingin membunuh dan menghancurkan. Tidak ada negara lain di dunia yang menginginkan perdamaian seperti halnya Ukraina," kata Kuleba.

Jika negara-negara tidak ingin memihak Ukraina, Kuleba mendesak untuk memihak Piagam PBB, hukum internasional, dan lima resolusi MU PBB yang diadopsi sejak invasi. Dia meminta agar membela pelestarian integritas teritorial setiap negara.

"Apakah ada orang di ruangan ini yang siap memberikan satu meter persegi wilayahnya kepada tetangga yang haus darah?" dia bertanya mengamati para diplomat di ruang pertemuan tersebut.

Presiden MU PBB Csaba Korosi dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuka sesi khusus darurat. Hampir 80 negara akan berbicara sebelum pemungutan suara, termasuk lebih dari selusin menteri.

Guterres menyebut invasi Rusia sebagai penghinaan terhadap hati nurani kolektif yang melanggar Piagam PBB dan menantang prinsip dan nilai landasan sistem multilateral. Dia menegaskan, posisi lembaga itu pasti dalam mendukung prinsip-prinsip Piagam PBB.

"Kami berkomitmen terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas teritorial Ukraina, dalam batas-batas yang diakui secara internasional," ujar Guterres.

Selama setahun terakhir, Sekjen PBB mengatakan, penderitaan, kehancuran, hak asasi manusia dan konsekuensi kemanusiaan dari invasi Rusia telah tumbuh. “Konsekuensi yang mungkin terjadi dari konflik spiral adalah bahaya yang jelas dan nyata,” Guterres memperingatkan.

MU telah menjadi badan PBB terpenting yang berurusan dengan Ukraina karena Dewan Keamanan (DK) yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional lumpuh akibat hak veto Rusia. Sementara lima resolusi MU sebelumnya tentang Ukraina tidak mengikat secara hukum, tetapi penting sebagai cerminan opini dunia.

Sebelum pemungutan resolusi terbaru, sekutu dekat Rusia, Belarusia, telah mengusulkan serangkaian amandemen yang akan dipilih terlebih dahulu. Mereka meminta menghapus bahasa yang mengacu pada "invasi skala penuh ke Ukraina", "agresi oleh Federasi Rusia", dan tuntutan agar Rusia segera menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina.

Belarusia juga akan menyerukan dimulainya negosiasi perdamaian, mendesak negara-negara untuk menahan diri mengirim senjata ke zona konflik, dan meminta negara-negara anggota PBB mengatasi akar penyebab konflik. "Termasuk masalah keamanan yang sah dari negara-negara anggota," ujarnya.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengklaim, Ukraina telah kehabisan semua potensi militernya pada minggu-minggu pertama. Setahun kemudian, kolektif Barat termasuk AS, NATO, dan Uni Eropa yang menyediakan senjata, amunisi, dan informasi intelijen kepada Ukraina.

"Menjadi sangat jelas bahwa krisis Ukraina hanya akan menjadi katalis bagi munculnya Russophobia yang mendalam. Itu sekarang telah mencemari elit Amerika dan Eropa," ujar Nebenzia.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement