Kamis 23 Feb 2023 20:09 WIB

Belajar dari Kasus Anak Pejabat Bersikap Arogan, Hindari Pola Asuh Seperti Ini

Salah asuh, anak jadi arogan, selalu berlindung di balik orang tua sampai dewasa.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Aksi anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio yang ugal-ugalan di dalam SPBU dengan motor mewahnya. Kesalahan pengasuhan dapat membuat anak tumbuh menjadi arogan dan berlindung di balik orang tuanya hingga dewasa.
Foto: Media sosial twitter
Aksi anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio yang ugal-ugalan di dalam SPBU dengan motor mewahnya. Kesalahan pengasuhan dapat membuat anak tumbuh menjadi arogan dan berlindung di balik orang tuanya hingga dewasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan, ada beberapa kasus anak pejabat yang menunjukkan arogansinya atau memanfaatkan fasilitas orang tuanya untuk menunjang gaya hidup mewahnya. Terbaru, anak salah satu pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menganiaya pelajar dan kedapatan mengendarai mobil Jeep Rubicon seharga lebih dari Rp 1,45 miliar.

Apakah tindakan arogansi ini dipicu oleh kekuasaan dan jabatan yang dimiliki oleh orang tuanya atau pola pengasuhan orang tua berpengaruh pada anak tersebut? Praktisi psikolog keluarga Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan beberapa kesalahan dalam pengasuhan cukup signifikan pengaruhnya terhadap perilaku tersebut.

Baca Juga

1. Diabaikan

Dengan kemampuan finansialnya sebagai pejabat, orang tua bisa saja memberikan semua kebutuhan fisik anak dan memenuhi mereka dengan materi yang berlimpah. Namun, jika tidak dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, maka anak dapat merasa diabaikan, merasa tidak dicintai, dan merasa tidak berharga.

Pengabaian psikologis ini adalah berupa tindakan mengabaikan perasaan anak. Tentu saja, anak juga bisa merasakan amarah, kesal, kecewa, dan lainnya.

Menurut perempuan yang akrab disapa Lia ini, emosi-emosi ini butuh divalidasi dan diterima oleh orang tua. Anak butuh dimengerti dan didengarkan.

"Jika kebutuhan ini diabaikan atau tidak terpenuhi, maka anak dapat mencarinya di luar rumah," ungkap Lia yang juga berprofesi sebagai konselor, trainer, dan juga penulis ini.

Lia mengungkapkan pencarian kebutuhan kasih sayang, kebutuhan rasa berharga di luar rumah, membuat anak berisiko terpapar perilaku negatif dari lingkungan. Jika terlalu sering bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan yang negatif, maka perilaku negatif dari lingkungan akan dapat terinternalisasi menjadi perilaku anak tersebut.

2. Terlalu dimanjakan

Selain itu, pola pengasuhan yang memanjakan anak berlebihan juga memicu perilaku arogan tersebut. Selalu menuruti keinginan anak tanpa melihat situasi dan kondisi, akan menjadikan anak tidak belajar berpikir dan berusaha.

"Anak yang dengan mudah mendapatkan keinginannya akan kurang dapat menghargai apa yang diperolehnya," ujar Lia.

Apalagi, jika anak terbiasa diistimewakan, bahkan orang lain harus selalu mengalah dan menuruti kemauan si anak. Itu dapat membuat anak tersebut tumbuh menjadi anak yang egois. Saat remaja dan dewasa, ia tidak bisa berempati dan selalu ingin diistimewakan.

"Jika tidak mendapat apa yang diinginkan, ia akan melakukan apapun agar keinginannya terwujud, termasuk hal negatif sekalipun," kata Lia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement