REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan terkait dugaan rasuah pengadaan lahan di Pulogebang, Jakarta Timur. Lembaga antikorupsi ini pun mendalami soal usulan anggaran dalam kasus tersebut.
Informasi ini didalami dengan memeriksa empat saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Rabu (22/2/2023). Mereka adalah tiga mantan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 Ruslan Amsyari FS, James Arifin Sianipar, dan Ichwan Jayadi, serta seorang staf pada Sekretariat Komisi C DPRD DKI Jakarta Safrudin.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengusulan besaran anggaran oleh Perumda Sarana Jaya untuk dibahas di DPRD DKI Jakarta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/2/2023).
Ali mengatakan, pihaknya juga menggali informasi lain dari keempat saksi tersebut. KPK menduga adanya aliran uang dalam kasus ini. "Didalami juga terkait dugaan adanya aliran sejumlah uang ke berbagai pihak dalam pengadaan lahan di Pulogebang tersebut," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK mengaku tengah mengusut kasus dugaan rasuah dalam pengadaan lahan di Pulogebang, Jakarta Timur. Lembaga antirasuah ini menduga modus kasus tersebut hampir sama dengan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur. Namun, nilainya lebih besar dalam kasus di Pulogebang.
KPK menegaskan, pengusutan kasus di Pulogebang ini bukanlah pengembangan perkara di Munjul. Akan tetapi, KPK menemukan fakta-fakta baru dugaan korupsi dalam proses pengadaan lahan yang dilakukan oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun pada 2018-2019.
KPK mengeklaim sudah memiliki bukti permulaan yang cukup dan menaikkan kasus ini ketahap penyidikan. Bahkan KPK sudah menemukan tersangka dan adanya kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah dalam kasus pengadaan lahan di Pulogebang tersebut.
Meski demikian, lembaga antirasuah ini belum menjelaskan lebih rinci mengenai penanganan kasus itu. Sebab, penyidikan masih terus dilakukan.
Sebagai informasi, kasus dugaan rasuah pengadaan tanah di Munjul menjerat eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan pada 2021 silam. Yoory bahkan telah divonis enam tahun penjara setelah terbukti bersalah dalam tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut.
Selain Yoory, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Saat itu, KPK menjelaskan, kasus ini berawal ketika Rudy meminta Anja dan Tommy melakukan pendekatan pada Yayasan Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dengan kesepakatan penawaran tanah ke Sarana Jaya.
Anja bersama Tommy menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m2 dengan harga Rp2,5 juta/m2 dan saat itu juga langsung disetujui Rudy dengan membayarkan uang muka pertama sebesar Rp5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Selanjutnya, Yoory memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50 persen pembelian tanah Munjul sebesar Rp108,99 miliar, padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory dengan Anja yang mengaku sebagai pemilik tanah. Penandatanganan PPJB dilakukan di Kantor Sarana Jaya antara Yoory dengan Anja dan di hari yang sama, Sarana Jaya mentransfer 50 persen pembayaran pembelian ke rekening Anja sebesar Rp108,99 miliar.
Selanjutnya, dengan menggunakan rekening perusahaan PT Adonara Propertindo, Rudy dan Anja kembali menyetujui dan memerintahkan Tommy mengirimkan dana sebesar Rp5 miliar sebagai uang muka tahap II kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul di mana lebih dari 70 persen tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sehingga tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen.
Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp43,59 miliar kepada Anja di rekening Bank DKI atas nama Anja sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp152,5 miliar. Atas pembayaran oleh Sarana Jaya tersebut, Rudy meminta Anja dan Tommy untuk mengalirkan dana yang di antaranya digunakan untuk pembayaran BPHTB Pengadaan Tanah Pulogebang pada Sarana Jaya.
Kemudian, dimasukkan ke rekening perusahaan lain milik tersangka Rudy dan penggunaan untuk beberapa keperluan pribadi Rudy dan Anja. Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.