Kamis 23 Feb 2023 22:17 WIB

Anak Arogan Terjerat Masalah Hukum, Bagaimana Menyikapinya?

Anak perlu belajar bertanggung jawab, menerima konsekuensi perbuatannya.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Remaja menyendiri (Ilustrasi). Orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat agar kelak anak tidak tumbuh menjadi orang dewasa yang arogan.
Foto: Pxhere
Remaja menyendiri (Ilustrasi). Orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat agar kelak anak tidak tumbuh menjadi orang dewasa yang arogan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengatakan ketika berhadapan dengan anak yang arogan, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan. Menurutnya, jika kita adalah orang yang memiliki pengaruh terhadapnya, sebaiknya ingatkan dengan lembut, gugah kesadaran berpikirnya, dan bimbing perlahan.

Bagaimana jika kita tidak memiliki pengaruh terhadapnya?

Baca Juga

Nuzulia mengatakan sebaiknya beri batasan kedekatan. Cukup mengenal, tidak perlu menjadi akrab.

Bagaimana jika anak arogan terlibat masalah hukum?

Nuzulia menganjurkan agar orang tua tegas membiarkan anak menerima konsekuensi hukum dari perbuatannya. Jangan selalu dilindungi agar anak juga belajar bertanggung jawab.

"Anak harus belajar bahwa ada konsekuensi dari setiap perbuatannya," kata perempuan yang akrab disapa Lia itu.

Bagaimana agar anak terhindar dari perilaku arogan dan bengis seperti MDS, pria berusia 20 tahun yang merupakan anak pejabat Kementerian Keuangan yang menganiaya temannya hingga koma?

1. Selalu berdoa dan minta pada Allah SWT agar menjaga, melindungi dan membimbing anak-anak kita.

2. Asuh anak dengan cinta dan logika. Anak perlu diberi cinta tanpa syarat dan juga mereka perlu diajarkan menjadi manusia bertanggung jawab, mampu menerima konsekuensi perbuatannya, dan memiliki kemampuan problem solving dalam kehidupannya.

Pola asuh yang tepat

Lia menjelaskan pola asuh yang tepat untuk menghindari anak dari perilaku negatif dan arogan adalah pola asuh yang baik, benar, dan menyenangkan. Selain memenuhi kebutuhan fisik dan materi, maka penuhi juga kebutuhan psikologisnya, salah satunya dengan menerima anak apa adanya.

Hindari menuntut dan membandingkan anak dengan orang lain atau anak lainnya. Selain itu, Lia menyarankan untuk bangun kelekatan emosional dengan anak. Luangkan waktu khusus untuk bersama anak. Gunakan waktu ini untuk bermain dan mengobrol bersama anak.

"Jika anak sudah remaja, tetap perlu sediakan waktu untuk saling mengobrol dan berdiskusi," kata Lia yang juga berprofesi sebagai konselor, trainer, dan penulis ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement