Jumat 24 Feb 2023 00:47 WIB

PKS Minta MK Abaikan PDIP

PKS meminta MK untuk mengabaikan pandangan PDIP soal sistem proporsional tertutup.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Sengketa pemilu (ilustrasi). PKS meminta MK untuk mengabaikan pandangan PDIP soal sistem proporsional tertutup.
Foto: Dok Republika.co.id
Sengketa pemilu (ilustrasi). PKS meminta MK untuk mengabaikan pandangan PDIP soal sistem proporsional tertutup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabaikan keterangan yang disampaikan Fraksi PDIP DPR RI, yang meminta pemilihan legislatif (Pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab, keterangan dari Fraksi PDIP itu dinilai melanggar peraturan MK.

Hal itu disampaikan DPP PKS ketika hadir sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi atas pileg sistem proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Keterangan PKS dibacakan oleh anggota tim kuasa hukumnya, Faudjan Muslim. 

Baca Juga

Faudjan menjelaskan, Pasal 5 Ayat 1 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 menyatakan bahwa dalam perkara uji materi undang-undang, pihak yang berhak memberikan keterangan adalah DPR, DPD, MPR, dan Presiden. Adapun keterangan DPR, menurutnya, harus disampaikan sebagai satu kesatuan pandangan lembaga, bukan per fraksi. 

Namun nyatanya, lanjut dia, hal itu tidak terjadi ketika DPR menyampaikan keterangan dalam sidang MK pada 26 Januari 2023 lalu. Ketika itu, DPR lewat juru bicaranya, Supriansa, menyampaikan pandangan menolak penggunaan kembali sistem proporsional tertutup. Dalam satu rangkaian keterangan DPR, Fraksi PDIP yang diwakili Arteria Dahlan menyatakan mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup. 

"Merujuk pada peraturan MK di atas, maka pandangan Fraksi PDIP sudah seharusnya dikesampingkan," kata Faudjan. Dalam petitumnya, DPP PKS meminta majelis hakim menolak pandangan Fraksi PDIP. 

Menurut DPP PKS, kata Faudjan, PDIP seharusnya menyampaikan pandangannya dengan cara mengajukan permohonan menjadi Pihak Terkait, jangan menyelinap di tengah keterangan DPR.

"Pandangan seharusnya disampaikan oleh Partai PDIP dengan cara mengajukan permohonan Pihak Terkait sebagaimana yang dilakukan Pihak Terkait PKS dan partai lainnya," ujarnya. 

Adapun PKS menyampaikan pandangan menolak penggunaan kembali sistem proporsional tertutup. PKS memaparkan sejumlah alasan mengapa sistem proporsional terbuka lebih baik dibandingkan proporsional tertutup.

Dua di antaranya adalah sistem proporsional terbuka membuat calon anggota legislatif (caleg) dengan pemilih, dan memberikan kebebasan kepada pemilih menentukan pilihan caleg.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan.

Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Kelemahan sistem ini menurut pakar adalah memperkuat kuasa elite partai. Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya.

Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019. Pakar menilai kelemahan sistem ini adalah maraknya praktik politik uang. 

Baca juga : Cerita Kader PDIP Dicoret dari Daftar Caleg Pemilu Seusai Menang Gugatan di MK

Sistem proporsional terbuka sebenarnya bakal digunakan kembali dalam Pemilu 2024. Namun, enam warga negara perseorangan pada akhir tahun 2022 lalu mengajukan gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Para penggugat, yang salah satunya merupakan kader PDIP, meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Gugatan ini bergulir saat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. MK masih akan mendengarkan keterangan dari sejumlah pihak terkait lainnya sebelum membuat keputusan atas perkara ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement