REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Dinas Kesehatan (Dinkes) Tasikmalaya meningkatkan kewaspadaan menyusul kasus difteri di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lalu lintas masyarakat dikhawatirkan meningkatkan potensi penyebaran bakteri penyebab difteri.
Sejauh ini, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Tasikmalaya Asep Hendra, belum ada laporan pasien yang diduga terpapar difteri di Kota Tasikmalaya.
“Belum ada kasus suspek. Namun, kami tingkatkan kewaspadaan karena Garut adalah daerah tetangga. Kan (bakteri) bisa dibawa oleh orang,” kata Asep kepada Republika, Kamis (23/2/2023).
Bentuk kewaspadaan itu, antara lain pendataan pasien yang diduga mengalami gejala seperti terkena difteri. Jika ada kondisi seperti itu, terhadap pasien akan dilakukan tes swab untuk mengambil sampel, yang nantinya dikirim ke laboratorium untuk memastikan penyebabnya.
Asep mengingatkan semua pihak agar tidak menutupi apabila ada kasus dugaan difteri. Seluruh puskesmas dan rumah sakit di Kota Tasikmalaya pun diminta segera melapor jika ada pasien dengan gejala seperti difteri.
Dalam upaya pencegahan, Dinkes Kota Tasikmalaya mengimbau masyarakat melengkapi imunisasi anak. Khususnya dalam hal ini imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus). “Kalau belum, segera imunisasi. Ini untuk melindungi anak-anak kita,” kata Asep.
Asep mengeklaim cakupan imunisasi dasar di Kota Tasikmalaya sudah terbilang baik, di atas 95 persen. Namun, kata dia, masih ada yang menolak imunisasi, utamanya terhadap balita.
Padahal, menurut Asep, difteri berpotensi menyerang anak yang belum menjalani imunisasi DPT. “Penyakit difteri ini sebenarnya sangat berkaitan dengan cakupan imunisasi DPT. Ketika anak tak diimunisasi lengkap, potensi terserang difteri cukup tinggi,” katanya.