REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak terjadi aksi penganiayaan yang dilakukan kalangan remaja. Mereka tak ragu untuk menganiaya orang lain hingga korbannya tak berdaya. Yang terbaru, remaja berinisial MDS (20) yang merupakan anak seorang pejabat pajak tega menganiaya korban berinisial D (17) di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Lalu, mengapa ada kalangan remaja bisa sampai tega melakukan penganiayaan terhadap orang lain?
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Sri Sumarni menjelaskan, seorang remaja tega melakukan penganiayaan terhadap orang lain karena pendidikan keluarga yang salah.
“Pertama tentu tidak lepas dari pendidikan keluarga terutama kasih sayang dari orang tua. Karena, menurut saya kasih sayang itu menjadi pondasi penting untuk tumbuhnya karakter anak,” ujar Prof Sri saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/2/2023).
Dia menjelaskan, karakter apapun itu akan bisa tumbuh dan berkembang jika anak itu sudah memiliki karakter dasar, yaitu cinta dan kasih sayang. Karena itu, menurut pola pendidikannya ahrus dilakukan sejak dalam kandungan hingga pascakelahiran.
“Nah kasih sayang itu ini tentu sudah harus mulai ditumbuhkan sejak dini, bahkan sejak anak itu di dalam kandungan,” ucapnya.
Penyebab kedua, menurut dia, karena pengaruh teknologi. Menurut dia, saat ini banyak orang tua yang terbawa arus dalam menggunakan teknologi, begitu juga dengan anaknya. Akhirnya, komunikasi di dalam keluarga semakin jarang terjadi.
“Sehingga hati anak semakin kering. Jadi, sejak dini sudah kekurangan kasih sayang, ketika tumbuh besar juga kering dengan nilai-nilai kasih sayang,” kata Prof Sri.
Sedangkan penyebab ketiga adalah karena orientasi orang tua yang cenderung materialistik. Karena itu, menurut dia, ukuran-ukuran keberhasilan anak itu juga materialistik. “Sehingga orang tua itu kurang memperhatikan karakter anak, kurang memperhatikan akhlakul karimah,” jelas Prof Sri.
Selanjutnya, penyebab remaja sampai tega berbuat aniaya karena salah dalam pergaulan. Ketika hal itu terjadi, menurut dia, mereka juga dapat mempengaruhi anak-anak lainnya yang sudah baik. Karena itu, menurut dia, remaja harus pintar dalam memilih teman, khususnya teman yang memiliki akhlak.
“Tapi prinsipnya kita tidak boleh membeda-bedakan teman. Walaupun misalnya anaknya orang yang gak punya, tapi kalau akhlaknya bagus gak masalah bergaul. Walaupun agama berbeda, tapi akhlaknya bagus gak masalah bergaul,” ucap Prof Sri.
Terakhir, seorang remaja tega berbuat aniaya terhadap orang lain karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang dunia parenting. Misalnya, sejak kecil anaknya sudah dibentak-bentak dan dihukum dengan menggunakan kekerasan.
“Terus kemudian biar anaknya tenang dan ibunya bisa bekerja mengerjakan pekerjaan rumah, anaknya dipegangi HP. Masih kecil sudah dilatih pegang HP. Itu juga kemudian mendangkalkan rasa empati karena anak banyak berinterkasi dengan benda mati. Itu juga menjadi penyebabnya,” tutupnya.
Kronologi kasus
lihat halaman berikutnya