REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) masih meyakini dan belum melihat adanya perubahan serta penambahan dalam kesiapan pasukan Rusia menggunakan senjata nuklir di perang melawan Ukraina. Hal itu disampaikan penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan kepada CNN dalam sebuah wawancara, yang dilansir Jumat (24/2/2023).
"Kami tidak melihat adanya perubahan dalam postur baru persenjataan nuklir Rusia dan kami juga tidak membuat perubahan dalam postur nuklir kami," kata Sullivan ketika ditanya apakah menurutnya Rusia dapat menggunakan senjata nuklir?
“Namun kami selalu waspada dan kami juga menjaga saluran reguler [komunikasi] kepada pemerintah Rusia untuk dapat berbicara dengan mereka tentang risiko eskalasi ini dan juga mengkomunikasikan tingkat keparahan konsekuensi dari penggunaan senjata nuklir,” kata Sullivan menambahkan.
Dia menegaskan kembali bahwa AS belum melihat pergerakan dalam kekuatan nuklir Rusia yang membuat Gedung Putih percaya bahwa sesuatu secara fundamental telah berubah dari keadaan selama setahun terakhir.
Walaupun belakangan, Presiden Rusia Vladir Putin mengumumkan keputusannya untuk menangguhkan partisipasi Rusia dalam perjanjian New START dengan AS. Perjanjian itu berisi Traktat Pengurangan Penggunaan Senjata Nuklir.
Menurut Presiden Putin Rusia sebenarnya tidak menarik diri dari perjanjian itu. Hanya saja, sebelum membahas kelanjutan pekerjaan di bawah perjanjian ini, Rusia harus memahami sendiri bagaimana START Baru akan memperhitungkan persenjataan tidak hanya Amerika Serikat, tetapi juga nuklir NATO lainnya.
Sementara itu, Parlemen Rusia (Duma) sebelumnya dengan suara bulat mengesahkan undang-undang yang menangguhkan partisipasi Rusia di New STARTpada Rabu (23/2/2023).
Mitra Rusia, China berharap Moskow tidak menggunakan senjata nuklir untuk peperangan dengan Ukraina. Hal itu disebutkan dalam komentar Kementerian Luar Negeri China, berkaitan dengan Setahun Konflik Rusia-Ukraina yang berisi 12 poin.
Makalah berisi 12 poin yang menyerukan "penyelesaian politik" dari krisis tersebut menyusul tuduhan dari Barat bahwa China sedang mempertimbangkan untuk mempersenjatai Rusia. Sementara Beijing menolak tuduhan tersebut, dan menyebut itu sebuah sesuatu yang tidak benar.
Justru sebaliknya, mereka menyerukan untuk pembicaraan damai, dan mengakhiri perang di Ukraina. Walaupun AS dan Barat tidak percaya dan justru mencurigai hubungan dekat Beijing dengan Moskow.
Zhanna Leshchynska, kuasa usaha di kedutaan Ukraina, meminta Beijing untuk meningkatkan kenetralannya dan berbicara untuk kedua belah pihak. "China harus melakukan segala daya untuk menghentikan perang dan memulihkan perdamaian di Ukraina dan mendesak Rusia untuk menarik pasukannya," kata Leshchynska.
"Kami melihat pihak China kebanyakan berbicara dengan Rusia tetapi tidak dengan Ukraina."
Jorge Toledo, duta besar Uni Eropa untuk Cina, mengatakan Beijing memiliki tanggung jawab khusus sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk menegakkan perdamaian. "Apakah ini sesuai dengan netralitas, saya tidak yakin, itu tergantung netralitas apa yang dimaksud," kata Toledo.