REPUBLIKACO.ID, JAKARTA -- Berbagai cara dilakukan untuk berdagang. Sayangnya, beberapa orang tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan merupakan sebuah pelanggaran yang dapat merugikan berbagai pihak. Salah satu contohnya, yaitu duplikat dupe parfum.
Dupe merujuk pada istilah duplikasi. Dalam dunia kecantikan, dupe digunakan untuk menyebut produk alternatif atau produk yang mirip dengan kualitas hampir sama namun dengan harga yang lebih murah.
Dupe parfum merupakan jenis parfum yang aromanya menyerupai wewangian asli dari impor merek mahal. Beberapa dupe parfum bahkan memiliki kemasan yang mirip dengan yang aslinya, serta merek yang digunakan pun hampir sama.
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham, Anom Wibowo, mengatakan para penjual dupe parfum yang kemasan dan labelnya dibuat semirip mungkin diancam pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 200 juta. "Hal tersebut tertulis pada Pasal 102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis," kata Anom pada Jumat (24/2/2023).
Hal tersebut dikarenakan produk dupe parfum yang menyerupai produk asli masuk ke dalam tindak pidana yang disebutkan pada Bab XVIII mengenai ketentuan Pidana Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam Pasal 100 ayat (2) tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain akan dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Tetapi harus diingat bahwa tindak pidana tersebut merupakan delik aduan. Artinya, hanya dapat diproses jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan atau yang menjadi korban.
"Jika pemilik merek asli tidak mengetahui bahwa mereknya telah disalahgunakan oleh beberapa oknum, DJKI dapat menghubungi pemilik merek asli dan memberitahukan kepada pemilik merek langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melindungi merek dan produknya," ujar Anom.
Anom menyebut, pihak DJKI menyerahkan sepenuhnya hak untuk membuat laporan pengaduan kepada pemilik hak Kekayaan Intelektual (KI). tanpa adanya pengaduan dari pemilik merek, kasus tersebut tidak dapat ditindak.