REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina menyerukan rancangan gencatan senjata komprehensif di Ukraina pada Jumat (24/2/2023). Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengaku terbuka untuk mempertimbangkan bagian dari rencana perdamaian 12 poin yang diajukan oleh Cina.
Pada peringatan pertama invasi Rusia ke Ukraina, sekutu Rusia itu mendesak kedua belah pihak untuk menyetujui de-eskalasi bertahap. Rancangan ini memperingatkan terhadap penggunaan senjata nuklir dan mengatakan konflik tidak menguntungkan siapa pun.
Rencana yang dituangkan dalam proposal Kementerian Luar Negeri Cina ini merupakan bagian keputusan-keputusan yang selama ini sudah ditunjukan. "Semua pihak harus tetap rasional dan menahan diri, menghindari mengipasi api dan memperburuk ketegangan, dan mencegah krisis memburuk lebih jauh atau bahkan lepas kendali," katanya.
Reaksi awal dari Kiev adalah meremehkan tawaran ini. Penasihat senior Presiden Zelenskyy mengatakan setiap rencana untuk mengakhiri perang harus melibatkan penarikan pasukan Rusia ke perbatasan di tempat ketika Uni Soviet runtuh pada 1991.
Tapi, Zelenskyy sendiri memberikan nada yang lebih reseptif untuk menandai peringatan pertama konflik tersebut. Sedangkan Rusia menghargai rencana Cina dan terbuka untuk mencapai tujuannya melalui cara politik dan diplomatik.
Sejak perang dimulai beberapa minggu setelah Beijing dan Moskow mengumumkan kemitraan 'tanpa batas', Presiden Xi Jinping telah berbicara secara teratur dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun Xi belum pernah melakukan pembicaraan dengan Zelenskyy.
Sinyal baik tersebut pun menarik perhatian Presiden baru Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Dia menekankan perlunya kesepakatan damai yang ditengahi oleh pihak luar.
"Sangat mendesak bagi sekelompok negara yang tidak terlibat dalam konflik memikul tanggung jawab memimpin negosiasi untuk membangun kembali perdamaian," kata Lula di Twitter.