Guru Madrasah Surabaya Jadi Tersangka Pencabulan Tujuh Siswi
Red: Yusuf Assidiq
Pencabulan (ilustrasi) | Foto: bhasafm.com
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menetapkan tersangka terhadap seorang guru Madrasah Ibtidaiyah atas dugaan pencabulan terhadap tujuh siswinya.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Polisi (AKP) Wardi Waluyo mengungkap tersangka berinisial AR, usia 38 tahun, merupakan wali kelas 4 di sebuah Madrasah Ibtidaiyah kawasan Kecamatan Tambaksari Surabaya.
"Tersangka AR selama empat hari yang berbeda saat jam sekolah pada pertengahan Februari lalu menggelar permainan semacam kuis kepada murid-murid di kelasnya," katanya, menjelaskan modus yang dilakukan tersangka AR, kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (25/2/2023).
Di setiap kuis, masing-masing dipilih satu hingga dua siswi sebagai pemenangnya. Mereka lantas digiring ke luar kelas, menuju sebuah ruang kosong yang difungsikan sebagai gudang arsip di lingkungan sekolah itu.
Tersangka AR telah menyiapkan dua lembar hasduk untuk setiap siswi yang telah diincar sebagai korbannya, masing-masing untuk menutupi mata, serta mengikat kedua tangannya.
Berdalih pengembangan pelajaran tematik indera perasa, tersangka AR kemudian menempelkan sesuatu ke bagian tubuh para siswi dan memaksa untuk merasakannya.
Salah satu siswi, yang matanya tidak benar-benar tertutup, menyaksikan bahwa yang ditempelkan ke bagian tubuhnya adalah alat vital sang guru.
"Motivasinya karena tersangka ini sudah keracunan dengan fantasi seks yang dia lihat di media sosial atau media daring. Tapi kami juga masih mendalami mungkin ada motif lain daripada yang disebutkan terkait dengan fantasi seks tadi," ujar Kanit PPA Wardi Waluyo.
Tersangka AR terdata telah menikah dan memiliki seorang putri berusia dua tahun.
Atas perbuatannya, yang disangka melanggar Undang-undang Perlindungan Anak, selain telah dipecat dari Madrasah Ibtidaiyah, tempatnya bekerja selama 4,5 tahun terakhir, kini tersangka AR juga terancam hukuman pidana paling lama 15 tahun penjara.