Ahad 26 Feb 2023 05:52 WIB

Kronologi Hingga Motif Penganiayaan Putra Pejabat Pajak ke Anak Banser

Selain MDS, polisi juga menetapkan S sebagai tersangka yang merekam video kekerasan.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Erik Purnama Putra
Tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dihadirkan dalam rilis yang digelar Kepolisian di Polres Jakarta Selatan.
Foto: Ali Mansur/Republika
Tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dihadirkan dalam rilis yang digelar Kepolisian di Polres Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penganiayaan yang dilakukan MDS (20 tahun) kepada korban D (17) membuat geger seantero negeri belakangan ini. Penganiayaan yang terjadi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Senin (20/2/2023) malam WIB, bahkan direspons para menteri hingga membuat ayah MDS yang merupakan pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu dicopot dari posisinya dan mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Masalah yang ditimbulkan dari kasus itu juga merembet kepada kecurigaan terhadap kekayaan ayah MDS. Ada juga yang mengkritisi kehidupan mewah tersangka, hingga pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan MDS selama ini.

Bagaimanakah awal mula kasus yang menggegerkan publik tersebut? Lalu apa motif dari penganiayaan oleh MDS kepada D yang merupakan putra petinggi GP Ansor dan Banser yang dekat dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas?

Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, penganiayaan itu berawal, dan kemudian menjadi motif dari MDS adalah dari kekesalan tersangka setelah teman perempuannya berinisial A (15), menceritakan bahwa D selaku korban telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada A.

"Berawal dari adanya informasi yang diterima oleh tersangka dari saudari A, saudari A menyatakan ke tersangka bahwa telah dilakukan perbuatan yang tidak baik kepada saksi A," jelas Kapolres Metro Jaksel, Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers yang juga dihadiri Republika.co.id, belum lama ini.

Karena informasi dari A tadi, MDS lalu mencoba mengkonfirmasi tindakan tidak pantas tersebut tersebut langsung kepada D. Namun, saat itu korban tidak menjawab. Karena tidak bisa bertemu, maka pada 20 Februari 2023, dengan alasan ingin mengembalikan kartu pelajar korban, saksi A, tersangka MDS maupun S menyambangi D yang saat itu sedang berada di rumah temannya.

Sesampainya di tempat D berada, A lalu menghubungi korban untuk bertemu, tapi ternyata korban menolak. Barulah saat tersangka juga menghubungi korban, D mau keluar dari tempatnya dan menghampiri mereka.

"Mengarah ke sebelah rumah dari Bapak R dan Bapak N. Sampai di belakang mobilnya tersangka, kemudian terjadi keributan. Tersangka mengkonfirmasi apakah benar korban telah melakukan perbuatan yang tidak baik kepada saksi A. Terjadi perdebatan akhirnya terjadi peristiwa kekerasan terhadap anak," jelas Ade.

MDS dijelaskan melakukan tindakan kekerasan kepada korban dengan tendangan. Karena ditendang, korban terjatuh tapi lalu dipukul dan diinjak berkali-kali oleh MDS. Hal itu dikonfirmasi dengan beredarnya video kekerasan MDS kepada D.

"Kemudian saat korban sudah terjatuh, pelaku menendang kepala korban kemudian menendang perut korban. Maka kemarin kami telah menetapkan saudara MDS sebagai tersangka dan kami telah melakukan penahanan terhadap saudara MDS yang berusia 20 tahun," ucap Ade.

Selain MDS, polisi juga kemudian menetapkan S sebagai tersangka yang merekam video kejadian penganiayaan. Dua tersangka itu kini ditahan di Mapolrestro Jaksel karena diduga terlibat dalam kasus penganiayaan dalam keadaan sadar.

Oleh polisi, MDS dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang Penganiayaan Berat. Sementara tersangka S dijerat Pasal 76C juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun.

Namun tim kuasa hukum korban meminta pelaku dijerat dengan pasal perencanaan pembunuhan. Hal itu karena fakta-fakta yang terungkap selama ini dinilai mengarah kepada perencanaan pembunuhan.

"Pada prinsipnya sesuai fakta hukum yang ada mengarah ke pasal itu. Kami saat ini kejarnya juga di Pasal 354 Pasal 355, di sana kan ada perencanaan. Sehingga bisa sampai perencanaan pembunuhan," jelas kuasa hukum David, M Syahwan Arey.

Menurut Syahwan, penganiayaan yang dilakukan kepada David tidak dilakukan secara serta merta, melainkan direncanakan terlebih dahulu. Pertemuan pelaku dengan korban hingga terjadi tindakan penganiayaan dinilai telah menunjukkan perencanaan.

Syahwan mengatakan, pihaknya mendorong kepolisian untuk menerapkan sangkaan pasal tersebut kepada pelaku. Dia menyebut, perencanaan dapat dilihat dari kronologi yang telah terungkap saat ini.

"Karena awalnya mereka sudah merencanakan untuk bertemu dengan korban. Dari situ, itu kita melihat CCTV yang beredar, itu sudah maksud ke sana karena itu penganiayaan berat dengan tidak menggunakan emosional seperti manusia lagi. Ini tindakan itu sudah berindikasi ke sana (pembunuhan)," tutur Syahwan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement