REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mainan anak menjadi salah satu barang rumah tangga yang sering kali berakhir menjadi limbah. Padahal, alih-alih membeli mainan dari toko, orang tua bisa meminimalisasi limbah dengan membuat mainan sendiri dari bahan-bahan yang tersedia di rumah.
Penggagas gerakan Peri Bumi, Yasmina Hasni, mengatakan bahwa tepung maizena menjadi salah satu bahan yang bisa dijadikan mainan yang seru bagi anak-anak. Caranya pun sederhana, tepung maizena cukup ditambahkan sedikit air dan pewarna makanan, lalu tekstur tepung tersebut akan berubah menyerupai playdoh.
Menurut Yasmina, playdoh dari tepung tidak hanya berfungsi sebagai mainan, tetapi juga bermanfaat untuk menstimulasi sensori taktil (sentuhan) dari buah hati.
Tidak hanya menyulap tepung menjadi playdoh, orang tua juga bisa memberi keleluasan kepada buah hati untuk menyantap sendiri makanannya, meskipun pasti akan berantakan. Bagi anak-anak, kata Yasmina, aktivitas tersebut akan terasa seperti bermain.
“Jadi ketika anak makan puding misalnya, kita jangan anggap puding itu hanya sebatas makanan untuk mengisi perut anak, nggak cuma gitu, anak boleh lho makan puding dengan tangannya sendiri. Terus dia cemek-cemek gitu pudingnya, ya biarin aja, itu kayak main bagi anak,” kata Yasmina usai peluncuran gerakan "Peri Pong" di Jakarta Selatan, Sabtu (25/2/2023).
Untuk mempraktikkan hal ini, orang tua memang dituntut untuk lebih sabar. Pasalnya menjadikan tepung sebagai mainan bagi anak atau membiarkan anak makan sendiri, tentu membuat rumah lebih mudah kotor.
“Iya memang pasti kotor ya, tapi bisa kok misalnya pakai alas dulu biar nanti tidak capek banget beresinnya. Dan sebenarnya kan mereka itu enggak butuh mainan, mereka itu butuh orang tuanya bisa diajak main bareng,” kata dia.
Lebih lanjut, Yasmina mengajak para orang tua untuk membatasi membeli mainan anak. Meski terdengar tidak mudah, namun menurut dia, itu bisa terwujud asal orang tua memiliki komitmen. Misalnya, sebelum memiliki momongan, pasangan suami istri bisa mendiskusikan mainan apa saja yang akan diberikan kelak kepada anak dan bagaimana pola asuhnya.
“Dan ketika sudah punya anak misalnya, dan anak minta beli mainan, itu bisa didiskusikan bareng. Misalnya kenapa harus beli mainan itu, perlu atau enggak, harganya berapa, memang itu akan menjadi diskusi yang sangat panjang. Tapi setidaknya anak bisa tahu bahwa dari setiap keputusan yang diambil ada dampaknya,” kata Yasmina.
Orang tua juga bisa membatasi mainan anak dengan tidak mengadakan pesta ulang tahun dengan skala besar. Dengan cara ini, kata Yasmina, orang tua bisa mengurangi pemberian mainan-mainan yang sebetulnya mungkin tidak diperlukan oleh buah hati.
“Terus sepakat aja, kalau anaknya ulang tahun tidak pesta yang gimana-gimana, jadi kan tidak bikin orang ngado banyak-banyak. Kalau pesta ngundang 100 orang sudah pasti 100 orang bawa kado, dan rata-rata kadonya mainan, terus akhirnya ada 100 mainan di rumah, mau diapain? Apalagi kadang mainan tersebut bukan mainan yang diinginkan oleh anak,” jelas Yasmina.