REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio (MDS/20 tahun) kepada korban David (17) membuat geger seantero negeri belakangan ini. Penganiayaan yang terjadi pada Senin (20/2/2023) itu, bahkan direspons para Menteri hingga membuat ayah MDS yang merupakan pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu mengunjurkan diri dari posisinya.
Masalah yang ditimbulkan dari kasus ini juga merembet kepada kecurigaan terhadap kekayaan ayah MDS. Ada juga yang mengkritisi kehidupan mewah tersangka, hingga pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan MDS selama ini.
Bagaimanakah awal mula kasus yang menggegerkan ini? Lalu apa motif dari penganiayaan oleh MDS kepada D?
Penganiayaan ini berawal, dan kemudian menjadi motif dari MDS adalah dari kekesalan tersangka setelah teman wanitanya berinisial A. Yang bersangkutan (A, red) menceritakan bahwa D (korban) telah melakukan perbuatan yang tidak baik kepadanya.
"Berawal dari adanya informasi yang diterima oleh tersangka dari saudari A, saudari A menyatakan ke tersangka bahwa telah dilakukan perbuatan yang tidak baik kepada saksi A," jelas Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes (Pol) Ade Ary Syam dalam konferensi pers kepada wartawan.
Karena informasi dari A tadi, MDS lalu mencoba mengonfirmasi informasi tersebut langsung kepada D, namun saat itu korban tidak menjawab. Karena tidak bisa bertemu, maka pada 20 Februari dengan alasan ingin mengembalikan kartu pelajar korban, saksi A, tersangka MDS dan tersangka S menyambangi D yang saat itu sedang berada di rumah temannya.
Sesampainya di tempat D berada, A lalu menghubungi korban untuk bertemu, tapi ternyata korban menolak. Barulah saat tersangka juga menghubungi korban, D lalu mau keluar menghampiri mereka.
"Mengarah ke sebelah rumah dari bapak R dan bapak N. Sampai di belakang mobilnya tersangka, kemudian terjadi keributan. Tersangka mengonfirmasi apakah benar korban telah melakukan perbuatan yang tidak baik kepada saksi A. Terjadi perdebatan akhirnya terjadi peristiwa kekerasan terhadap anak,"jelas Kapolres.
MDS dijelaskan melakukan tindakan kekerasan kepada korban dengan tendangan. Karena ditendang, korban terjatuh tapi lalu dipukul berkali-kali oleh MDS.
"Kemudian saat korban sudah terjatuh, pelaku menendang kepala korban kemudian menendang perut korban. Maka, kemarin kami telah menetapkan saudara MDS sebagai tersangka dan kami telah melakukan penahanan terhadap saudara MDS yang berusia 20 tahun,"ujarnya.
Selain MDS, polisi juga kemudian menetapkan S sebagai tersangka yang merekam video kejadian penganiayaan. Dua tersangka itu kini ditahan karena diduga terlibat dalam kasus penganiayaan dalam keadaan sadar.
Pasal perencanaan pembunuhan
Oleh Polisi, MDS dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat.
Sementara tersangka S dijerat Pasal 76C Juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun.
Namun, tim kuasa hukum korban meminta pelaku dijerat dengan pasal perencanaan pembunuhan. Hal ini karena fakta-fakta yang terungkap selama ini dinilai mengarah kepada perencanaan pembunuhan.
"Pada prinsipnya sesuai fakta hukum yang ada mengarah ke pasal itu. Kami saat ini kejarnya juga di Pasal 354 Pasal 355, di sana kan ada perencanaan. Sehingga bisa sampai perencanaan pembunuhan," ucap kuasa hukum David, M Syahwan Arey.
Menurutnya, penganiayaan yang dilakukan kepada David tidak dilakukan secara serta merta, melainkan direncanakan terlebih dahulu. Pertemuan pelaku dengan korban hingga terjadi tindakan penganiayaan dinilai telah menunjukkan perencanaan.
Syahwan mengatakan, pihaknya mendorong kepolisian untuk menerapkan sangkaan pasal tersebut kepada pelaku. Perencanaan disebutnya dapat dilihat dari kronologi yang telah terungkap saat ini.
"Karena awalnya mereka sudah merencanakan untuk bertemu dengan korban. Dari situ, itu kita melihat CCTV yang beredar, itu sudah maksud ke sana karena itu penganiayaan berat dengan tidak menggunakan emosional seperti manusia lagi. Ini tindakan itu sudah berindikasi ke sana (pembunuhan)," tuturnya.