Senin 27 Feb 2023 03:00 WIB

Menteri LHK: Kompos Jadi Paradigma Baru Penanganan Sampah

Mengolah sampah organik menjadi kompos kini dianggap berkah ekonomi.

Petugas mengontrol bak fermentasi kompos di Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) Nitikan, Yogyakarta, Kamis (3/11/2022) (ilustrasi). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan kegiatan pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik saat ini telah menjadi sebuah paradigma baru dalam penanganan sampah di Indonesia.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas mengontrol bak fermentasi kompos di Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) Nitikan, Yogyakarta, Kamis (3/11/2022) (ilustrasi). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan kegiatan pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik saat ini telah menjadi sebuah paradigma baru dalam penanganan sampah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan kegiatan pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik saat ini telah menjadi sebuah paradigma baru dalam penanganan sampah di Indonesia.

"Membuat kompos dari sampah organik merupakan salah satu aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan sampah, yaitu membuat sampah menjadi berkah," ujar Siti dalam peluncuran Gerakan Hari Kompos yang digelar di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Ahad (26/2/2023).

Baca Juga

Siti menyampaikan, kegiatan mengolah sampah organik menjadi kompos bisa menjadikan sampah sebagai bahan bernilai ekonomi. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung atau dapat disebut sebagai bagian dari pendekatan ekonomi sirkular.

Ekonomi sirkular tersebut tidak hanya meliputi konteks pengelolaan sampah saja, melainkan juga konteks efisiensi sumber daya dan perhatian terhadap rantai nilai.

Pada 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 68 juta ton per tahun. Komposisi terbesarnya adalah sampah organik sisa makanan yang mencapai 41,27 persen dan sekitar 38,20 persen timbulan sampah itu bersumber dari rumah tangga.

Volume sampah organik yang sangat banyak itu telah menimbulkan masalah bagi Indonesia. Mulai dari lingkungan, kesehatan, hingga berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Sampah organik yang menumpuk bisa menghasilkan gas metana yang memiliki efek lebih besar terhadap kerusakan lapisan Ozon dibandingkan karbon dioksida. Oleh karena itu, aktivitas membuat kompos dengan memanfaatkan sampah organik punya peran yang strategis dalam memitigasi perubahan iklim.

"Penimbunan sampah di TPA terutama jika dikelola secara open dumping dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, kesehatan, dan memberi kontribusi besar dalam emisi gas rumah kaca yang dapat memberikan efek global perubahan iklim," kata Siti.

Langkah paling sederhana mengolah sampah organik menjadi kompos adalah menempatkan sisa-sisa makanan langsung ke dalam lubang-lubang biopori. Lalu, membiarkan mikroorganisme tanah yang bekerja melakukan proses pelapukan serta pembusukan secara alamiah. Selain itu, kompos juga bisa dibuat dengan menempatkan sampah organik ke dalam tong komposter dan menyiramnya dengan cairan EM4 untuk mempercepat proses pembuatan kompos.

Lebih lanjut Siti menuturkan apabila seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahun secara mandiri, maka sebanyak 10,92 juta ton sampah organik tidak akan lagi dibuang ke TPA. Kegiatan pengolahan sampah organik sebanyak itu bisa menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor sampah sebesar 6,8 juta ton setara karbon dioksida per tahun.

"Saya berharap seluruh masyarakat Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri," pesan Siti.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement