Pemkot Surabaya Minta Warga Pindah Luar Kota Segera Melapor
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Seorang petugas mendampingi warga saat membuka aplikasi kependudukan melalui ponsel miliknya di Mal Pelayanan Publik (MPP). Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menerapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Digital yang dapat memudahkan warga dalam penggunaan layanan kependudukan, data keluarga dan pelayanan publik lainnya (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya meminta warga yang telah pindah ke luar kota, tapi masih tercatat sebagai warga Surabaya, agar segera melapor ke kelurahan atau kecamatan setempat. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi data kependudukan.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menjelaskan, jajaran kelurahan telah melakukan pengecekan data penduduk pada akhir 2022 melalui aplikasi Cek-in Warga. Hasilnya, banyak ditemukan warga ber-KTP-el Kota Surabaya (de jure), namun secara de facto sudah pindah ke luar kota tanpa melaporkan kepindahannya secara administratif.
"Mencermati temuan data tersebut, pemkot memberikan waktu selama 30 hari ke depan sejak 27 Februari kepada penduduk yang dirinya termasuk kategori temuan sudah pindah ke luar kota atau tidak diketahui keberadaannya, dengan status alamat tetap di Surabaya untuk melaporkan alamat eksisting domisili," kata Agus.
Ia menjelaskan, laporan tersebut bisa dilakukan melalui layanan administrasi kependudukan di kelurahan atau kecamatan, yang kemudian dibantu diterbitkan Surat Keterangan Pindah (SKP)-WNI dari Dispendukcapil Surabaya ke Dispendukcapil kota/kabupaten eksisting domisili.
Apabila penduduk yang data de facto dan de jure-nya tidak sesuai tersebut sampai dengan 30 hari ke depan tidak segera melaporkan posisi alamatnya terkini, maka data kependudukannya akan diajukan ke Kemendagri guna ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
"Selanjutnya, pemkot tidak akan menggunakan data penduduk yang diketahui tidak sesuai antara kondisi riel/faktual (de facto) dengan data administratifnya (de jure) ketika menjalankan program-program intervensinya," ujarnya.