REPUBLIKA.CO.ID., YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan tidak akan ada perubahan dalam rencana untuk membangun permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat.
Pernyataan Netanyahu itu datang setelah pertemuan yang diadakan di Aqaba, Yordania pada Ahad (26/2/2023) dengan partisipasi perwakilan Palestina, Israel, Yordania, Amerika Serikat (AS), dan Mesir.
Perdana menteri Israel membantah laporan dari media Israel bahwa Israel memutuskan untuk membekukan pembangunan permukiman baru di Tepi Barat selama empat bulan setelah pertemuan tersebut.
“Pembangunan dan penataan di Yudea dan Samaria (nama Yahudi untuk Tepi Barat) akan berlanjut sesuai perencanaan dan jadwal awal tanpa ada perubahan. Tidak ada dan tidak akan ada pembekuan," ungkap Netanyahu di Twitter.
Pertemuan di Aqaba
Kementerian Luar Negeri Yordania menerbitkan pernyataan penutupan pertemuan keamanan di Aqaba, yang mengatakan: "Pemerintah Israel dan Otoritas Palestina mengkonfirmasi kesiapan dan komitmen bersama mereka untuk segera bekerja mengakhiri tindakan sepihak untuk jangka waktu 3-6 bulan."
“Ini termasuk komitmen Israel untuk menghentikan pembahasan unit permukiman baru selama 4 bulan dan menghentikan otorisasi pos terdepan selama 6 bulan,” tambah pernyataan itu.
Pertemuan di kota Aqaba digelar atas permintaan dari AS, Mesir, dan Yordania untuk membahas penurunan ketegangan antara Palestina dan Israel.
Pertemuan Aqaba adalah yang pertama sejak pembicaraan damai yang disponsori AS antara para delegasi gagal pada 2014 karena penolakan Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman dan membebaskan warga Palestina yang dipenjara sebelum tahun 1993.
Pertemuan itu terjadi di tengah ketegangan di wilayah pendudukan menyusul serangan militer Israel ke kota-kota Palestina. Setidaknya 62 warga Palestina tewas oleh tembakan tentara Israel di Tepi Barat sejak awal tahun ini, menurut otoritas Palestina.