REPUBLIKA.CO.ID, GAZA - Sejumlah faksi Palestina di Gaza pada Ahad (26/2/2023) mengecam partisipasi Otoritas Palestina (PA) dalam pembicaraan dengan Israel yang dianggap sebagai "kejahatan".
Pertemuan yang dimediasi Amerika Serikat (AS), Mesir dan Yordania di Aqaba, Yordania pada Ahad (26/2/2023) itu dilakukan dalam upaya mengurangi ketegangan di Tepi Barat yang diduduki dan menghentikan kekerasan antara Palestina dan Israel.
Dalam pernyataan bersama, sejumlah faksi Palestina menyebut partisipasi PA dalam pertemuan tersebut merupakan "kejahatan".
"Pertemuan ini menargetkan perlawanan yang meningkat di Tepi Barat dan Yerusalem," kata pemimpin Jihad Islam Palestina, Khaled al-Batsh.
"Keikutsertaan PA dalam pertemuan tersebut tidak dapat diterima atau ditoleransi. Itu berisiko memicu konflik internal Palestina," ujar dia memperingatkan.
Al-Batsh mengatakan, rencana keamanan yang dibahas dalam pertemuan di Aqaba itu 'memberi perlindungan terhadap kebijakan pendudukan Israel dan menargetkan orang-orang yang melawan mereka'.
Menurut siaran publik Israel KAN, pertemuan Aqaba bertujuan meredakan situasi di wilayah Palestina menjelang bulan puasa Ramadan, yang akan dimulai bulan depan.
Pertemuan di Aqaba menghasilkan pernyataan bersama yang bersisi delapan poin, salah satunya komitmen Israel-Palestina untuk deeskalasi konflik dan mencegah kekerasan berlanjut.
Israel juga menyatakan komitmen berhenti membahas pendirian unit permukiman baru di Tepi Barat selama empat bulan dan berhenti menguasai pos-pos terdepan selama enam bulan.
Ketegangan di Tepi Barat sering meningkat, terutama di wilayah yang diduduki Palestina selama bulan Ramadan karena pasukan Israel membatasi Muslim Palestina untuk memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.
Setidaknya 62 warga Palestina tewas akibat serangan tentara Israel di Tepi Barat sejak awal tahun ini, menurut data pemerintah Palestina. Pertemuan antara Israel dan Palestina di Yordania menjadi yang pertama setelah sekian tahun.
Sebelumnya, Palestina dan Israel sempat melakukan pembicaraan perdamaian yang dimediasi AS pada 2014, tetapi gagal karena Israel menolak untuk menghentikan pembangunan permukiman dan membebaskan warga Palestina yang dipenjara sebelum 1993.