REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Alih fungsi lahan pertanian atau lahan baku sawah menjadi masalah yang harus diperhatikan di Indonesia, termasuk di DIY. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Jan S Maringka mengatakan, Indonesia memiliki pekerjaan rumah (PR) besar dalam menangani alih fungsi lahan pertanian ini.
"Mungkin saja alih fungsi itu terjadi karena ada kebutuhan-kebutuhan ekonomi namun sekali lagi keberpihakan kita terhadap kepentingan pangan harus diperhatikan," kata Jan dalam Rakor Pengawasan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Hotel Eastparc, Yogyakarta.
Ia menuturkan, perlu keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan seluruh stakeholder untuk berkomitmen bersama secara nasional dalam menangani masalah itu.
Pasalnya, pihaknya mencatat luas lahan baku sawah di Indonesia mencapai 7,5 juta hektare. Sebagian besar lahan tersebut, katanya, berada di Pulau Jawa.
"Sedangkan di daerah-daerah di luar Jawa tidak begitu signifikan. Ini menjadi PR besar bagi kita sekalian, dan kita berharap ke depan nanti secara langsung akan memberikan menjadi inspirasi bagi Indonesia," ujar Jan.
Pihaknya pun ingin mengawali pengendalian alih fungsi lahan di Indonesia dari Provinsi DIY. Jan menyebut bahwa Pulau Jawa terus-menerus mengalami pengurangan lahan pertanian.
Dengan begitu, penanggulangan harus dilakukan agar ketahanan pangan di masa depan tetap terjamin, mengingat lahan pertanian di Pulau Jawa merupakan yang paling produktif. "Kita harapkan komitmen Yogya, deklarasi Yogya akan mengilhami Indonesia, itu yang kita harapkan," jelasnya.
Sementara itu, Pemda DIY pun menyebut berkomitmen dalam menangani permasalahan alih fungsi lahan pertanian ini untuk ketahanan pangan Indonesia. Wakil Gubernur DIY, Paku Alam X mengatakan, terjadinya alih fungsi lahan pertanian pangan dikarenakan pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi, serta industri.
Menurut dia, alih fungsi lahan pertanian ini tidak hanya merugikan petani dan masyarakat pedesaan. Namun, hal tersebut juga dapat mengancam kemandirian ketahanan dan kedaulatan pangan.
Ia menyebut, pemerintah pusat sendiri telah berupaya mengatasi masalah alih fungsi lahan ini melalui Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Dalam Pasal 44 ayat 1, katanya, dinyatakan lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Meski sudah ada aturan ini, namun alih fungsi lahan pertanian masih terus terjadi.
"Kendati sudah ada sanksi pidana, kenyataannya masih terjadi alih fungsi lahan baku sawah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya khusus pengawasan dan pengendalian terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di setiap daerah,” kata wagub DIY.
Untuk itu, ia pun berharap ada rekomendasi dan kesimpulan konstruktif yang dapat diimplementasikan segera, dalam rangka meningkatkan pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian.
"Dengan begitu, dapat terjalin kerja sama yang baik untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan pertanian di Indonesia," ujarnya.