Selasa 28 Feb 2023 16:44 WIB

Tips Mengenali Bermacam Hoaks dan Cara Menangkalnya

Penyebaran hoaks sangat berbahaya, sehingga informasi harus disaring terlebih dulu.

Kegiatan literasi media LTNU di sebuah pesantren
Foto: Republika
Kegiatan literasi media LTNU di sebuah pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN – Pemimin Redaksi Tempo.co Anton Aprianto menyampaikan tips untuk mengenali bermacam hoaks atau berita palsu dan cara menangkalnya. 

Hal itu disampaikan saat Anton menjadi narasumber dalam seminar bertajuk 'Mengenal dan Menangkal Hoaks' yang digelar Lembaga Ta'lif wa Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) dan PT Telkom Indonesia di Pesantren Madinatunnajah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (28/2/2023).

Baca Juga

Anton menyebutkan survei terakhir yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Tempo menunjukkan, 70 persen sumber informasi bersumber dari media sosial.

Ia menjelaskan, salah satu cara untuk mengenali apakah suatu berita itu hoaks atau bukan adalah dengan mempertimbangkan unsur logika.

"Misalnya ongkos naik haji turun jadi 5 juta, itu pasti hoaks karena ak logis. Jadi, logika harus dibangun," katanya.

Penyebaran hoaks sangat berbahaya, sehingga informasi harus disaring terlebih dulu sebelum di-sharing (dibagikan). Sebab semakin lama dan sering dibagikan, hoaks tersebut akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran.

Kemudian, ciri hoaks adalah berita yang menggunakan unsur clickbait atau umpan klik. Artinya, sebuah artikel memakai judul bombastis tetapi isinya tidak ada yang menarik.

"Biasanya kalau media-media online tujuannya untuk menarik traffict. Sekarang media di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, karena media cetak sedang turun. Orang sudah bermigrasi ke dunia digital," katanya.

Bijaklah Bermedsos

Anton menjelaskan, produksi terbesar hoaks ada di media sosial sehingga ia mengingatkan untuk bijak dalam berselancar di media sosial.

"Tanggung jawab kita sebagai pengguna medsos itu besar. Kalau kita belum benar-benar memastikan fakta atau hoaks, jangan disebarluaskan," tegas Anton.

Di era digital saat ini, ia mengingatkan ada UU ITE yang bisa menjerat siapa pun. Anton mewanti-wanti agar di media sosial tidak digunakan sebagai wadah untuk meluapkan emosi. 

"Kalau emosi jangan di media sosial. Misuh-misuh di medosos, curhat. Yang rahasia-rahasia jangan diungkap ke publik. Kalau orang nggak senang, bisa menuntut (dikenai UU ITE)," katanya.

Sepanjang 2018 hingga saat ini, kata Anton, ada 9417 konten yang sudah terdefinisi sebagai hoaks di medsos. Bahkan, ada 80 ribu situs yang menyebarkan hoaks. Sebagian besar motif produsen hoaks adalah kebutuhan ekonomi.

"Prinsip dasar mengenal hoaks adalah tidak mudah percaya. Jangan mudah percaya. Belajarlah untuk verifikasi. Jangan langsung marah," ucapnya.

Untuk mengetahui hoaks atau tidak yang ada di media online, diperlukan untuk melihat tautan dan periksa dengan teliti apakah berita yang diunggah itu bersumber dari media kredibel atau terverifikasi.

"Jangan mudah meneruskan. Kebiasaan, ini harus dikurangi. Biasakan memeriksa kebenaran informasi yang diterima sebelum menyebar," katanya. 

Alasan Orang Memproduksi Hoaks

Komunikator Pemasaran Telkom Indihome Afifuddin menjelaskan alasan-alasan orang-orang yang sengaja memproduksi hoaks. 

Pertama, untuk memancing perhatian supaya dapat keuntungan. Mereka sengaja sengaja memancing agar berita atau ceritanya itu didengar dan dibaca.

"Makanya hati-hati kalau ada berita. Jangan langsung dipercaya," kata Afif.

Kedua, berniat menyebarkan propaganda atau mempengaruhi publik. Mereka termotivasi untuk menyebarkan berita tidak benar.

Ketiga, clickbait atau umpan balik. Mereka sengaja membuat judul heboh atau  berlebihan. Tujuannya agar mendapat traffict pembaca atau penonton yang banyak.

"Judulnya heboh padahal beritanya tidak ada apa-apa. Judulnya heboh, dia sengaja untuk menairk perhatian," kata Afif.

Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr (Lembaga Komunikasi, Informasi, dan Publikasi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) H Hamzah Sahal mengatakan, NU didirikan dengan tujuan untuk menangkal hoaks atau berita bohong tentang agama.

"NU itu didirikan memang salah satu tujuannya untuk menangkal hoaks agama Bagaimana caranya? Mengikuti mazhab dalam berfiqih, bertasawuf, dan berakidah," kata Hamzah saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar bertajuk 'Mengenal dan Menangkal Hoaks' yang digelar atas kerja sama LTN PBNU dengan PT Telkom Indonesia, di Pesantren Madinatunnajah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pada Selasa (28/2/2023).

Hamzah menegaskan, agama adalah riwayat sehingga setiap pemeluknya harus dengan mazhab. Di hadapan para santri, ia mengatakan NU menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah dengan 4 mazhab yang mengikuti Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Kemudian Hamzah mengungkapkan pernyataan Imam Hanbal di dalam kitab hadits berjudul Musnad Ahmad. Di kitab tersebut diuraikan bahwa ada tiga hal yang tidak jelas asal-usulnya.

Pertama, senda gurau yang dilakukan secara tiba-tiba atau tidak ada permulaannya. Hal ini berbeda dengan panggung lawak atau stand up comedy yang memang disiapkan untuk membawakan materi-materi humor.

Kedua, hal yang tidak jelas asal-usulnya adalah perang. Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak pada awal abad 21. Pihak AS mengira di Irak ada senjata kimia dan nuklir yang bisa dikuasai.

"Setelah Irak hancur, ribuan tentara kedua negara meninggal, materi atau harta jutaan dolar habis dan Irak hancur, tiba-tiba ada penelitian bahwa tidak ada bahan nuklir dan kimia di Irak. Semua sudah hancur. Irak yang menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah hancur," kata Hamzah.

Ketiga, lanjutnya, sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya adalah riwayat. Hamzah kemudian menjelaskan alasan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa riwayat menjadi salah satu hal yang tidak jelas asal-usulnya.

"Kenapa bilang begitu? Karena banyak hadits palsu. Makanya harus diverifikasi atau tabayun," ujar Hamzah.

Karena itulah NU didirikan untuk memberikan acuan dalam beragama yang harus bermazhab agar tidak terkena hoaks. Sebab godaan dari orang yang tidak bermazhab adalah memberikan tafsir sendiri terhadap Alqur'an. 

"Godaan tanpa sanad itu memberikan tafsir sendiri terhadap Alqur'an dan hadits itu. Makanya NU memberikan satu panduan beragama yaitu bermazhab," tutur Direktur Utama NU Online ini.

Saat ini, kata Hamzah, hoaks sudah sangat mudah diidentifikasi dengan berbagai macam teknologi yang ada. Kondisi ini tentu saja berbeda dengan 5-10 tahun lalu.

"5 sampai 10 tahun lalu, hoaks menjadi primadona. Orang bergosup itu jadi primadona," pungkasnya.

Menurut Ketua LTN PBNU H Ishaq Zubaedi Raqib, seminar tentang hoaks ini merupakan salah satu program yang menjadi tugas dari lembaga informasi dan komunikasi di bawah PBNU ini.

Ia menjelaskan, persoalan hoaks sudah ada sejak Alqur'an diturunkan. Sebab di dalam Surat Al-Hujurat ayat 6, diterangkan bahwa jika orang-orang beriman mendapat kabar fasik maka hendaknya melakukan verifikasi atau tabayun.

"Kalau usia proses penurunan Alqur'an itu 1444 tahun lalu, maka hoaks sudah ada sepanjang usia Al-Qur'an itu diturunkan," kata Edi, sapaan akrabnya.

Seminar-seminar tentang hoaks ini tidak hanya akan berlangsung satu kali. Tetapi akan berlanjut dari satu pesantren ke pesantren di Indonesia. 

"Pesantren pertama yang kita pilih untuk menerima program ini adalah Pesantren Madinatunnajah," ujar Edi.

Pengasuh Pesantren Madinatunnajah KH Muhammad Agus Abdul Ghofur menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada LTN PBNU yang telah melaksanakan kegiatan di pesantren asuhannya itu.

Ia mengatakan, tantantan para santri saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan para ulama NU terdahulu. Kini, para santri hidup di masa yang identik dengan kemajuan teknologi informasi.

Hoaks Sejak Nabi Adam

Kiai Agus menjelaskan, usia hoaks sudah sangat jauh. Bahkan Nabi Adam pun pernah terkena berita palsu dari iblis. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam Surat Al-A'raf ayat 19-22. 

Allah berfirman kepada Nabi Adam untuk tinggal bersama sang istri di surga. Keduanya diberi kebebasan untuk mengonsumsi apa pun, tetapi dilarang untuk mendekati satu pohon dan apalagi memakan buahnya.

"Sayangnya ada makhluk lain (iblis) yang lebih dulu tinggal di situ (surga) tapi tidak patuh kepada Allah, lalu makhluk ini diusir oleh Allah. Dia nggak rela Nabi Adam tinggal selamanya di surga. Mulailah melancarkan strateginya," jelas Kiai Agus.

Singkat kata, hoaks dimulai dari penyakit hati yakni iri, marah, benci, dan dengki yang dilakukan iblis terhadap Nabi Adam.

"Dari situlah menyusun strategi untuk membujuk dan mengajak Adam sebagai bapak manusia pertama agar dikeluarkan dari surga, maka strateginya dengan merayu. Jadi tokoh hoaks pertama adalah iblis laknatullah," ucap Kiai Agus.

Karena itu, lanjutnya, siapa pun orang yang saat ini memproduksi hoaks apalagi dilatarbelakangi rasa benci, iri, marah, dan dengki maka disebut sebagai pengikut iblis.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada LTN PBNU yang telah mempercayakan, memberikan kesempatan kepada kami sebagai pesantren pertama diadakannya seminar tentang hoaks ini," ucap Kiai Agus.

Sementara itu, Sekretaris PCNU Tangerang Selatan Himam Muzzahir menyampaikan bahwa pemberian pemahaman kepada santri tentang bahaya hoaks ini sangat penting.

"Karena santri punya peran besar. Keberadaan santri di masyarakat berbeda daripada pelajar biasa. Ini program luar biasa," kata Himam.

Sebagai informasi, acara ini menghadirkan tiga narasumber. Selain Hamzah, hadir pula Komunikator Pemasaran Telkom Indihome Afifudin dan Pemimpin Redaksi Tempodotco Anton Aprianto.

Di samping itu, hadir Ketua LTN PBNU H Ishaq Zubaedi Raqib, Pengasuh Pesantren Madinatunnajah Ciputat KH Muhammad Agus Abdul Ghofur, dan Sekretaris PCNU Tangerang Selatan Himam Muzzahir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement