REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Wali Kota (Walkot) Yogyakarta, Haryadi Suyuti (HS) divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Vonis tersebut lebih besar dari tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yakni 6,5 tahun.
Vonis hukuman tujuh tahun penjara dijatuhkan kepada HS terkait kasus suap IMB Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro. Awalnya, HS terkena OTT oleh KPK atas suap IMB Royal Kedhaton pada Juni 2022 lalu.
Namun, selama proses penyelidikan dan persidangan berlangsung, ditemukan bahwa HS juga terlibat dalam kasus suap IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro. Dalam putusannya, majelis hakim menyebut bahwa HS terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima sejumlah uang dan barang dalam penerbitan dua IMB tersebut dalam kurun 2019 hingga 2022.
"Menjatuhkan pidana terhadap Haryadi Suyuti dengan pidana penjara selama tujuh tahun," kata Ketua Majelis Hakim M Djauhar Setyadi saat membacakan putusan di PN Yogyakarta, Selasa (28/2).
Hakim juga menyebut bahwa HS terbukti menerima hadiah dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nusihono melalui Direktur Utama PT Java Orient Property, Dandan Jaya Kartika dalam proses penerbitan IMB Royal Kedhaton.
Terkait dengan penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro, HS juga dikatakan terbukti menerima uang dari Direktur PT Guyub Sengini Group, Sentanu Wahyudi.
Haryadi dianggap secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya melakukan tindak pidana korupsi dan secara berlanjut, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta, Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi sekaligus ajudan HS, Triyanto Budi Yuwono.
Rangkaian perbuatan HS pun dinilai telah memenuhi unsur Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas tindak pidana korupsi yang dilakukan HS, ia juga divonis membayar denda sebesar Rp 300 juta. "Denda sebesar Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan," ujarnya.
Selain itu, HS juga turut dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 165 juta. "Dalam hal terdakwa tak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan dipidana penjara selama dua tahun," jelas Djauhar.
Tidak hanya itu, hakim juga mencabut hak dipilihnya HS dalam pemilihan jabatan publik selama enam tahun, terhitung saat terdakwa selesai menjalani pidana pokok.