Selasa 28 Feb 2023 19:59 WIB

Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Divonis 7 Tahun Penjara

Vonis majelis hakim PN Yogyakarta lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andri Saubani
Terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti usai mengikuti sidang daring pembacaan putusan kasus suap penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa  (28/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Haryadi Suyuti tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan penjara. Disamping itu, Haryadi diharuskan membayar uang pengganti Rp 165 juta subsider dua tahun penjara dan pencabutan hak mencalonkan diri saat Pemilu.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti usai mengikuti sidang daring pembacaan putusan kasus suap penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa (28/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Haryadi Suyuti tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan penjara. Disamping itu, Haryadi diharuskan membayar uang pengganti Rp 165 juta subsider dua tahun penjara dan pencabutan hak mencalonkan diri saat Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Wali Kota (Walkot) Yogyakarta, Haryadi Suyuti (HS) divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Vonis tersebut lebih besar dari tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yakni 6,5 tahun. 

Vonis hukuman tujuh tahun penjara dijatuhkan kepada HS terkait kasus suap IMB Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro. Awalnya, HS terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Juni 2022 lalu. 

Baca Juga

Namun, selama proses penyelidikan dan persidangan berlangsung, ditemukan bahwa HS juga terlibat dalam kasus suap IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro. Dalam putusannya, majelis hakim menyebut bahwa HS terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima sejumlah uang dan barang dalam penerbitan dua IMB tersebut dalam kurun 2019 hingga 2022. 

"Menjatuhkan pidana terhadap Haryadi Suyuti dengan pidana penjara selama tujuh tahun," kata Ketua Majelis Hakim M. Djauhar Setyadi saat membacakan putusan di PN Yogyakarta, Selasa (28/2/2023). 

Hakim juga menyebut bahwa HS terbukti menerima hadiah dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nusihono melalui Direktur Utama PT Java Orient Property, Dandan Jaya Kartika dalam proses penerbitan IMB Royal Kedhaton. Terkait dengan penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro, HS juga dikatakan terbukti menerima uang dari Direktur PT Guyub Sengini Group, Sentanu Wahyudi. 

Haryadi dianggap secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya melakukan tindak pidana korupsi dan secara berlanjut, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta, Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi sekaligus ajudan HS, Triyanto Budi Yuwono. Rangkaian perbuatan HS pun dinilai telah memenuhi unsur Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas tindak pidana korupsi yang dilakukan HS, ia juga divonis membayar denda sebesar Rp 300 juta. "Denda sebesar Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan," ujarnya. 

Selain itu, HS juga turut dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 165 juta. "Dalam hal terdakwa tak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan dipidana penjara selama dua tahun," jelas Djauhar.

Tidak hanya itu, hakim juga mencabut hak dipilihnya HS dalam pemilihan jabatan publik selama enam tahun, terhitung saat terdakwa selesai menjalani pidana pokok. 

Atas vonis hakim, HS belum memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis tersebut. Penasihat hukum HS, Muhammad Fahri Hasyim mengatakan, pihaknya masih akan berkonsultasi dengan HS. 

"Tuntutannya lebih rendah dari ini yang kami upayakan untuk pikir-pikir dulu dalam dua minggu ini," kata Fahri usai sidang dengan agenda putusan majelis hakim terhadap kasus suap HS di PN Yogyakarta, Selasa. 

Fahri menuturkan, bahwa putusan atau vonis yang dijatuhkan kepada HS merupakan hak sepenuhnya dari majelis hakim. Meski begitu, Fahri menyoroti terkait pembelaan dari HS dan penasehat hukumnya yang tidak digubris oleh majelis hakim. 

"Putusannya lebih tinggi dari tuntutannya, itu sepenuhnya hak majelis hakim yang menilai. Namun yang kami komentari adalah bahwa pembelaan kami sama sekali tidak digubris," ujar Fahri. 

Ia menyebutkan bahwa hal-hal yang meringankan terdakwa juga tidak disinggung oleh majelis hakim. Untuk itu, pihaknya sebagai penasehat hukum HS akan tetap mengupayakan untuk meringankan hukuman HS. 

"Hal-hal yang meringankan juga tidak disinggung, pengembalian dan niat batin juga tidak dipertimbangkan oleh majelis (hakim). Kami sebagai penasehat hukumnya tetap mengupayakan peringanan (hukuman) dengan berpikir dalam dua minggu ini," jelasnya. 

Terkait dengan proses persidangan yang sudah berjalan sejak oktober 2022 lalu, menurut Fahri sudah sesuai hukum acara. Selama proses persidangan, HS mengikutinya secara daring dari rutan KPK, termasuk saat vonis dijatuhkan hakim. 

"Dari awal persidangan sudah fair saya kira. Semua pihak diberi waktu dan kesempatan yang sama, baik dari pihak kami dan JPU, walaupun daring dan berjauhan jaraknya, tapi hukum acaranya baik, bagus," tambah Fahri. 

 

 
 
photo
Pasangan suami istri terjerat KPK - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement