REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Waste4Change bersama Yayasan Bicara Udara menerbitkan penelitian terbaru menggunakan rumus penghitungan jumlah sampah yang dibakar secara terbuka di Jabodetabek sebesar 240,25 gigagram per tahun. Kegiatan tersebut menghasilkan emisi karbondioksida sebesar 12.627 gigagram per tahun atau hampir setara dengan pembakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan pada tahun 2021 yang mencapai 14.280 gigagram per tahun.
"Kegiatan pembakaran sampah yang tidak terkendali seperti ini diperkirakan menyumbang 9,42 persen emisi karbondioksida terhadap emisi gas rumah kaca nasional dari sektor pengelolaan sampah. Sebuah kegiatan yang setara dengan membakar 108.825 hektare hutan," kata Lathifah Mashudi, Spesialis Rantai Pasokan Daur Ulang Waste4Change dalam taklimat media di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Lathifah menjelaskan, pelaku pembakaran sampah terbagi menjadi tiga kategori utama, yaitu pelaku perorangan yang membakar sampah atas kemauan sendiri, pelaku perorangan yang disuruh membakar sampah, dan pelaku bisnis. Melalui riset yang dipublikasikan Waste4Change dan Bicara Udara, banyak pihak tanpa ragu membakar sampah meski sudah ada regulasi yang mengatur soal itu.
"Untuk itu, masyarakat dapat membantu mencegah terjadinya kegiatan pembakaran sampah dengan berupaya menegur terlebih dahulu kemudian melaporkan kepada pihak atau layanan pengaduan yang tersedia sehingga dapat segera diambil tindakan yang tepat," katanya.
Melalui 1.432 responden non-pelaku yang terkena dampak kebakaran, katanya, mereka mengalami gangguan kesehatan pernapasan, kulit, dan mata, serta berkurangnya jarak pandang atau jarak pandang. Kegiatan pembakaran sampah secara liar juga berpotensi menimbulkan pencemaran udara, air, dan tanah, serta kebakaran lahan dan perubahan iklim.
Sebagai penyedia jasa pengelolaan sampah dari hulu ke hilir, Waste4Change tidak hanya menangani pengangkutan dan daur ulang sampah, tetapi juga memberikan edukasi dan konsultasi terkait pengelolaan sampah.
"Kami terus mendorong perubahan perilaku terhadap sampah dan pembentukan regulasi demi terciptanya sistem pengelolaan sampah yang kondusif di Indonesia," kata Lathifah Mashudi.
Plt Kepala Bidang Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Olahraga Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Aris Nurzamzami mengatakan, kegiatan membakar sampah selain menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi lingkungan juga menghasilkan senyawa yang bersifat karsinogenik.
"Satu ton sampah organik menghasilkan sembilan kilogram partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya, seperti CO, SO2, O3, HC, CH4, N2O serta PM10 dan PM2.5 merupakan contoh emisi yang ditimbulkan dari pembakaran sampah," katanya.
Ia mengatakan, penanganan pencemaran akibat pembakaran sampah harus menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menciptakan udara yang lebih sehat karena kegiatan pembakaran sampah melanggar aturan pemerintah. Pemprov DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah secara tegas telah menetapkan sanksi administratif berupa uang paksa sebesar Rp 500.000 bagi siapa saja yang salah mengelola sampah, salah satunya dengan membakar sampah.
Meski peraturan tersebut sudah berjalan selama 10 tahun, namun masih ada kegiatan pembakaran sampah. Pada tahun 2022, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta mencatat hanya Kepulauan Seribu yang tidak ada kegiatan pembakaran sampah di wilayah administrasi DKI Jakarta.
Bicara Udara melihat kebijakan dan regulasi terkait upaya pencegahan kegiatan pembakaran sampah tersedia di berbagai daerah, salah satunya di Jabodetabek. Namun, pengawasan langsung dan partisipasi aktif dari setiap orang perlu dilakukan di setiap daerah untuk membantu pencegahan tindakan di tingkat masyarakat.
Pemerintah juga diharapkan lebih meningkatkan ketersediaan akses pelayanan dan fasilitas pembuangan sampah bagi warga, menggalakkan sosialisasi larangan pembakaran sampah, penegakan hukum, dan kerjasama dengan pihak lain dalam hal pengumpulan sampah agar kegiatan pembakaran sampah dapat dicegah.
"Penelitian ini dilakukan atas dasar permasalahan pembakaran sampah yang masih banyak dilakukan. Padahal tindakan ini jelas menyumbang polusi udara bahkan pohon pun tidak mampu menyerap partikel seperti PM10 dan PM2.5 yang tercipta," kata Primadita Rahma, Community Specialist Air Talk .
Melalui akun Instagram dan laman resmi Laporan Bakar Sampah, Bicara Udara mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga dan menjaga lingkungan dari pencemaran udara, serta memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah yang lebih tepat dan baik.