REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Belarusia Alexander Lukashenko tiba di Beijing pada Selasa (28/2/2023). Dia melakukan kunjungan kenegaraan.
Beijing pun diketahui telah lama memiliki hubungan dekat dengan Lukashenko. Namun perjalanannya juga menggambarkan kedalaman hubungan Cina dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin dan sekutunya.
Pemerintah Lukashenko sangat mendukung Rusia dan mengizinkan wilayah Belarusia digunakan sebagai tempat persiapan untuk invasi awal ke Ukraina setahun yang lalu. Rusia telah mempertahankan kontingen pasukan dan senjata di Belarusia dan kedua tetangga serta sekutu itu melakukan latihan militer bersama.
Sikap ini membuat Lukashenko semakin terisolasi di Eropa, dengan negaranya menghadapi sanksi dari Uni Eropa atas perannya dalam perang dan penindasannya terhadap oposisi domestik. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan media Cina, Lukashenko mengatakan, sekarang adalah situasi yang unik untuk menghentikan konflik. Wawancara tersebut pertama kali dirilis minggu lalu, tetapi sebagian dibagikan lagi secara daring oleh media pemerintah Belarusia pada Senin (27/2/2023) malam.
Cina mengklaim netralitas dalam perang, tetapi para pejabat AS baru-baru ini memperingatkan bahwa negara itu sedang mempertimbangkan untuk mengirim bantuan militer untuk Rusia. Beijing menyebut tuduhan AS sebagai kampanye kotor dan pihaknya berkomitmen untuk mempromosikan pembicaraan damai.
Beijing mengeluarkan proposal yang menyerukan gencatan senjata dan pembicaraan damai antara Ukraina dan Rusia pada pekan lalu. “AS tidak berhak menuding hubungan Cina-Rusia. Kami sama sekali tidak akan menerima tekanan dan paksaan AS,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning pada Senin.